I.
BIOGRAFI TAN MALAKA
Tan malaka adalah seorang tokoh Revolusioner yang cukup di
kenang sampai sekarang. Karena kerasnya perjuangan Tan Malaka ia ditetapkan
sebagai pahlawan di Indonesia oleh Soekarno setelah ia wafat. Perjuangannya
sangatlah besar pada Indonesia, ia sangat berperan besar khususnya pada kaum
Ploretar baik dari segi Pendidikan, Materialisme, dan sebagainya. Ia sering mengkritik terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda
maupun pemerintahan Republik di bawah Soekarno
pasca-revolusi kemerdekaan Indonesia. Walaupun berpandangan sosialis, ia juga
sering terlibat konflik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tan Malaka dapat memainkan peran intelektual penting dalam
membangun jaringan gerakan sosialis internasional untuk gerakan anti penjajahan
di Asia Tenggara. Ia dinyatakan sebagai "Pahlawan revolusi nasional"
melalui ketetapan parlemen dalam sebuah undang-undang tahun 1963. Tan Malaka
juga seorang pendiri partai Murba, berasal dari Sarekat Islam
(SI) Jakarta dan Semarang. Ia dibesarkan dalam suasana semangatnya gerakan
modernis Islam Kaum Muda di Sumatera Barat.
Revolusi Indonesia, bukanlah Revolusi
Nasional semata-mata, seperti diciptakan beberapa gelitir orang Indonesia, yang
maksudnya cuma membela atau merebut kursi buat dirinya saja, dan bersiap sedia
menyerahkan semua sumber pencaharian yang terpenting kepada semuanya bangsa
Asing, baik musuh atau sahabat. Revolusi Indonesia, mau tak mau terpaksa
mengambil tindakan ekonomi dan sosial serentak dengan tindakan merebut dan
membela kemerdekaan 100%. Revolusi kemerdekaan Indonesia tidak bisa
diselesaikan dengan dibungkusi dengan revolusi-nasional saja. Perang
kemerdekaan Indonesia harus di isi dengan jaminan sosial dan ekonomi sekaligus.
Baru kalau disamping
kekuasaan politik 100 % berada lebih kurang 60 % kekuasaan atas ekonomi modern
di tangan Murba Indonesia, barulah revolusi-nasional itu ada artinya. Barulah
ada jaminan hidup bagi Murba Indonesia. Barulah pula kaum Murba akan giat
bertindak menghadapi musuh dan mengorbankan jiwa raganya buat memperoleh
masyarakat baru bagi diri dan turunannya. Baru apabila para wakil rakyat yang
dipilih oleh rakyat Indonesia sendiri atas pemilihan yang demokratis (umum
langsung dan rahasia); baru apabila para wakil rakyat yang sesungguhnya itu
memegang pemerintah Indonesia, disamping lebih kurang 60 % kebun, pabrik,
tambang pengangkutan dan Bank Modern berada di tangan rakyat Indonesia, barulah
revolusi nasional ada artinya dan ada jaminannya, bagi Murba Indonesia. Tetapi
jika Pemerintah Indonesia kembali dipegang oleh kaki tangan kapitalis Asing,
walaupun bangsa Indonesia sendiri, dan 100% perusahaan modern berada di tangan
kapitalis-asing, seperti di zaman Hindia Belanda, maka revolusi nasional itu
berarti membatalkan Proklamasi dan kemerdekaan Nasional dan mengembalikan
Proklamasi dan kemerdekaan Nasional dan mengembalikan kapitalisme dan
imperialisme International.
Sosok Tan Malaka juga mempunyai andil besar dalam
kemerdekaan Indonesia. Ia terkenal dengan pejuang Revolusioner yang militan
dengan strateginya dan radikal dengan gaya tindakannya. Seperti bisa kita ambil
contoh pada masa-masa Belanda berada di Hindia, Tan Malaka adalah orang yang
pintar sehingga ia di tarik ke Belanda dan lama belajar di sana. Ia aktif dalam
pengorganisasian pelajar Indonesia, sampa-sampai ia juga berperan dalam
membantu pada pemogokan kaum buruh dan akhirnya ia di usir untuk meninggalkan
Belanda dan kembali tinggal di Hindia. Setelah itu ia tidak kehabisan akal,
dalam tubuh Revolusionernya ia tinggal di Jawa tempatnya PKI. Disini ia
berperan penting dalam perkembangan PKI, ia membantu kaum proletar dalam segi
pendidikan sampai akhirnya ia di sorot untuk memimpin PKI, yang pada dasarnya
disamping itu ia juga harus mempertahankan partai besarnya Sarekat Islam, dan
mempertahankan Partai Kecilnya PKI. Ia mengembangkan ide komunisnya di sini.
Tan
Malaka dalam pembentukan kemerdekaan Indonesia, ia dulu pernah mengganti nama
menjadi Husein. Usaha militannya ini cukup berhasil, banyak orang yng tidak
sadar bahwa Husein itu adalah Tan Malaka. Ia memainkan strateginya dengan Jepang
dengan jitu. Ia memakai nama Husein sebagai dasar penyamarannya untuk
kemerdekaan Indonesia. Ia memakai nama Husein untuk mengumpulkan para pejuang
yang siap untuk Kemerdekaan, seperti B.M. Diah, Ajip Muchammad Djuhri, M
Chatib, Chaerul Saleh dan lain sebagaianya.
Nama lengkap Tan Malaka yaitu Ibrahim gelar Datoek Tan Malaka
atau lebih dikenal sebagai Tan Malaka, lahir di
Nagari Pandan Gadang, tak jauh
dari Suliki di Minangkabau (Sumatera
Barat), tepatnya pada 19 Februari
1896 dan meninggal di
Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur,
16 April
1949 pada umur 53 tahun. Orang
tuanya tergolong kaum bangsawan lokal, tetapi dalam hal kepemilikan dan
kedudukan tidak banyak berbeda dengan penduduk desa setempat. Tan Malaka diberi
gelar Datoek sejalan dengan garis matriarkatnya. Ia diberi gelar dan didudukan
pada jenjang yang mulia pada suatu upacara yang cukup khidmat pada tahun 1913.
Ia adalah seorang aktivis pejuang nasionalis Indonesia,
seorang pemimpin sosialis, dan politisi yang mendirikan Partai Murba.
Pejuang yang militan, radikal dan revolusioner ini banyak melahirkan
pemikiran-pemikiran yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah perjuangan
kemerdekaan Indonesia. Dengan perjuangan yang gigih maka ia dikenal sebagai
tokoh revolusioner yang legendaris.
Ibrahim bersekolah di sekolah cukup rendah, akan tetapi ia
begitu pandai sehingga gurunya mempersiapkannya untuk megikuti ujian masuk
sekolah pribumi (Inlandsche Kweekschool
Voor Onderwijzers) di Bukittinggi, yang merupakan satu-satunya lembaga
untuk pendidikan lanjutan di Sumatera. Ia lulus dan meneruskan di sekolah guru
dengan baik pada tahun 1908-1913. Karena kepintaran Tan Malaka, gurunya yang
orang belanda yang bernama G.H Horensma sangat tertarik padanya dan guru ini
berusaha sebaik-baiknya untuk menempatkan dirinya di Belanda guna mendapatkan
ijazah guru. Akhirnya ia ditempatkan di Kweekschool di Harleem dan juga
mengurus dana untuk perjalanan dan belajarnya selain juga menyumbangkan dan
khusus dari Suliki.
Dari akhir tahun 1913 sampai pertengahan tahun 1915 Tan
Malaka tinggal di Harleem, dan karena terganggu oleh sakit, ia berhasil
mendapatkan ijazah guru bantunya dengan susah payah. Ia lalu pindah ke tempat
tinggal ke Bussum yang lebih baik dan dua kali ia gagal ujian untuk mencari
ijazah guru kepala. Perang dunia I membuat Tan Malaka tidak bisa kembali
pulang, ia merasakan demokrasi dan kemerdekaan di Belanda sangat berbeda dari
ketertiban kolonial. Ia selalu aktif dalam organisasi pelajar dan mahasiswa
Indonesia, dan selalu bersimpati pada sosialisme dan komunisme. Sementara itu
hutangnya semakin naik. Sebagai jalan ke luar ia menawarkan diri berangkat ke
Sumatera Timur. Dan Sejak Januari 1920 ia menjadi guru untuk maskapai senembah,
yang mendirikan sekolah untuk anak-anak kuli kontrak di perusahaan itu
Di tengah kehidupan perkebunan yang benar-benar
kapitalistis dan rasistis, kehidupan Tan malaka menjadi sulit. Ia dibayar atas
dasar norma-norma Eropa, akan tetapi rekan-rekan Belanda melihat dirinya dengan
sebelah mata, sedang terhadap pekerjaannya selalu dianggap remeh. Dari sini
keyakinan politiknya semakin mendalam dan jadilah ia seorang komunis yang
sadar.
Pada usia enam belas tahun 1912, Tan Malaka sudah dikirim
ke Belanda untuk belajar disana. Setelah ia telah banyak belajar disana pada
tahun 1919 ia kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai guru disebuah perkebunan
di Deli. Dari sini semangat radikal ia tumbuh, semua ini disebabkan Tan Malaka
melihat kaum buruh yang selalu diinjak-injak dan tuan tanah yang memberlakukan
buruhnya secara semena-mena. Pada tahun 1921 ia pergi ke Semarang dan bertemu
dengan Semaun disini ia mulai terjun ke kancah politik. Dan pada tahun yang
sama pada saat kongres PKI yang tepatnya pada tanggal 24-25 Desember 1921 Tan
Malaka juga diundang pada acara tersebut. Akan tetapi setelah itu di tahun 1922
bulan Januari ia ditangkap dan dibuang ke Kupang dan pada bulan Maret Tan
Malaka diusir dari Indonesia dan mengembara ke Berlin, Moskwa dan Belanda.
II.
PERJUANGAN DAN AKTIVITAS TAN MALAKA
Ia
Menulis Risalah Pertamanya yaitu sebuah uraian tentang komunisme: Soviet atau Parlemen. Ia terlibat di balik layar pada
pemogokan buruh perkebunan Belanda. Dari sini kedudukannya semakin sulit
sehingga ia mengundurkan diri dari Guru dan berangkat ke Jawa bulan februari
1921. Ia tinggal di Semarang, pusat kegiatan Partai Komunis Indonesia (PKI)
yang belum lama berdiri. Tan Malaka pindah ke Jawa dengan kemahirannya ia
membuka sekolah untuk para kaum Proletar, yang mana ia akan menerangkan tentang
dasar-dasar komunisme. Tak lama membuka sekolah ini, akhirnya sekolah ini
berdiri di mana-mana. Dan sebagai buku panduan, Tan Malaka menulis buku SI Semarang dan Onderwijs (Pendidikan).
Kepergian pimpinan PKI yang bernama Semaun ke Uni Soviet
dan kekurangan kader pimpinan yang kronis menyebabkan Tan Malaka menjadi pengganti
yang paling dianggap cocok. Ia tetap mempertahankan hubungan antara Partai
Islam yang besar, Sarekat Islam dengan PKI yang lebih kecil. Perlu diketahui tujuan partai-partai komunis
dunia ialah menggantikan sistem kapitalisme dengan komunisme.[1] Waktu
terpukul hancurnya kapitalisme, dan terpukul jatuhnya borjuis belumlah
mewujudkan komunisme. Antara kapitalisme dan komunisme ada satu masa peralihan.
Dalam masa peralihan ini, proletariat melakukan diktator atas borjuasi. Ini
berarti bahwa proletariat dunia memaksakan kehendaknya atas borjuasi dunia yang
berulangkali mencoba mendapatkan kembali kekuasaan politik dan ekonomi yang
hilang, agar dapat mempergunakan kembali alat-alat pemeras dan penindasnya.
Dalam masa penindasan itu, negeri-negeri kapitalis alat-alat penindasan
borjuasi dunia diganti dengan negeri-negeri Soviet. Soviet adalah perwujudan diktator
proletariat. Tujuan Soviet ialah menghapuskan kapitalisme dan mempersiapkan
tumbuhnya komunisme.
Seiring berjalannya waktu, SI
berusaha ingin mengeluarkan kaum komunis dari partai mereka, kendati Tan Malaka
melawannya. Setelah itu ia dan partainya terlibat dalam pemogokan buruh
pegadaian. Bagi pemerintah adanya pergerakan ini sangat membahayakan ketertiban
dan keamanan, sehingga dalang ini semua harus di pindahkan dari dalam negeri.
Sebagai alternative Tan Malaka izin meninggalkan Hindia, tanpa bayangan sedikit
pun untuk kembali ke Hindia. Dan pada bulan Maret 1922 ia berangkat ke Belanda.
Di Belanda ia sangat disambut
hangat oleh kawan-kawannya sebagai martir dari kolonialisme Belanda. Ia
langsung di taruh pada urutan ketiga pada daftar kaum komunis untuk pemilu
anggota Tweede Kamer (Parlemen) bulan
Juli 1922 sebagai calon Indonesia yang pertama. Ia melakukan safari ke berbagai
wilayah akan tetapi ia hanya mendapatkan 2 kursi dan faktor umur 30 tahun tidak
memungkinkan ia untuk terpilih.
Dari belanda ia pergi ke
Moskow. Tan Malaka tampil pada kongres Komintern bulan November 1922. Ia menyampaikan
pidato yang cukup sia-sia tentang kerjasama antara komunisme dan pan-Islamisme,
pendapatnya ini tidak diakui sebagai potensi revolusioner. Komintern memberikan
mandat baru kepada Tan Malaka pada tahun 1923 sebagai wakil Komintern untuk
Asia Tenggara, dengan kewenangan yang cukup luas tentang urusan partai,
kelompok-kelompok, dan tokoh-tokoh di kawasan itu.
Sebagai basis ia memilih
kanton dan di sana ia juga giat mengorganisasi konferensi Buruh Transport
Pasifik. Seperti dikatakan Tan Malaka pada pidatonya di depan para buruh “Semua
gerakan buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pernyataan
simpati, apabila nanti mengalami kegagalan maka pegawai yang akan diberhentikan
akan didorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan revolusioner”.
Tan Malaka selalu mengawasi anggaran dasar, program dan taktik dari Komintern (Komunis Internasional) dan Profintern seperti yang telah
ditentukan di kongres-kongres Moskow, diikuti oleh kaum komunis dunia. Dengan
demikian tanggung-jawabnya sebagai wakil Komintern lebih berat dari
keanggotaannya di PKI.
Dari jarak jauh ia turut ikut
campur dalam urusan perkembangan PKI yang dengan pandangan radikalnya tak
terelakkan lagi akan menuju ke arah pemberontakan bersenjata melawan penguasa.
Tan Malaka mengemukakan pendapat yang berbeda dan menyampaikan risalah dengan
menulis dalam bahasa Belanda, Naar de
‘Republiek-Indonesia’ (1924). Dengan inilah Tan Malaka di beri kehormatan
sebagai bapak Republik Indonesia. Alimin dan Moesso telah bermain-main dengan
Revolusi. Risalah-risalah Tan Malaka, tentang Semangat Moeda dan masa actie tidak diedarkan dan perundingan di Singapura
disabotase. Kedua tokoh PKI pun berangkat ke Moskow untuk mencari bantuan
Soviet, yang bertentangan dengan pendapat Tan Malaka karena menurutnya PKI
belum siap, dan masih mentahnya situasi dan kondisi Indonesia dan Internasional
waktu ini pemberontakan hanya menjadi bunuh diri bagi PKI dan pejuang neasional
kemerdekaan. Pada bulan November 1926 dan pada Januari 1927 pemberontakan pun pecah
dan berhasil di tindas dengan cepat. Akibatnya
ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan. Ada yang disiksa, ada yang
dibunuh dan banyak yang dibuang ke Boven
Digoel, Irian Jaya. Peristiwa ini
dijadikan dalih oleh Belanda untuk menangkap, menahan dan membuang setiap orang
yang melawan mereka, sekalipun bukan PKI. Maka perjuangan nasional mendapat
pukulan yang sangat berat dan mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama
bertahun-tahun. Disini PKI dilumpuhkan dan dilarang, dan tidak lagi menjadi
faktor politik yang kuat.
Dan akibat dari persoalan ini tan Malaka mengambil sikap
menjauh dan memisahkan diri dari komintern dan PKI. Karena menurutnya sikap
pimpinan dari keduanya tidak jelas. Tan Malaka yang berada di luar negeri pada
waktu itu, berkumpul dengan beberapa temannya di Bangkok.
Di Ibukota Thailand
itu, bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni
1927 Tan Malaka akhirnya mengambil langkah kongkrit dengan memproklamasikan
berdirinya Partai
Republik Indonesia (PARI). Dua tahun sebelumnya Tan Malaka telah
menulis "Menuju Republik Indonesia". Itu ditunjukkan kepada
para pejuang intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda. Terbitnya buku itu
pertama kali di Kowloon, Hong Kong,
April 1924.
Pada buku menuju Republik Indonesia banya berbicara masalah
PKI, seperti : tujuan PKI, Program Nasional dari PKI, Perjalanan PKI, dan lain
sebagainya. Dan disini juga menjelaskan tentang situasi di Dunia pada perang
tahun 1914-1918. Serta dijelaskan situasi yang ada di Indonesia.
Dan lalu dikembangkan pada tulisannya pada tahun yang sama
yaitu Massa Aksi. Tulisannya di sini tidak kaitannya dengan PKI yang telah di
tinggalkan Tan Malaka. Dalam tulisannya tujuan politik hanya dapat di capai
melalui massa aksi. Massa Aksi yaitu dari massa untuk massa, yang mana dengan
menggunakan semua hak politik yang ada. Bukan dengan jalan mendorong
segerombolan kelompok bersejata yang dengan kekerasan ingin merebut kekuasaan
negara, atau dengan jalan kudeta ingin mengambil kekuatan bersenjata mengambil
alih kekuasaan, atau melakukan pemberontakan yang akan menimbulkan kerusuhan
dan keributan menentang kekuasaan, atau dalam situasi dan kondisi dulu melalui Volksraad (Dewan Rakyat).
Intinya Tan Malaka menjelaskan dan menganalisa tentang
situasi dan kondisi dengan latar belakang nusantara yang menjadi kerangka pokok
dan landasan dasar harus memakai dasar perhitungan dan pertimbangan kekuatan di
lapangan. Seperti, harus di perhitungkan dahulu sesuai dengan tempat, waktu dan
keadaan dan kekuatanyang ada.
a.
Arti Revolusi bagi Tan Malaka
Revolusi
adalah jawaban untuk suatu perubahan yang besar secara cepat. Lawan, bumi
hanguskan mungkin teori dari marchiavelli adalah jawaban untuk merubah
Indonesia dari kaum kolonial. Untuk terjadinya kemerdekaan manusia harus berikhtiar
dan berpikir, manusia mesti mematahkan semua yang merintangi kemerdekaannya. Revolusi
bukan saja menghukum perbuatan-perbuatan yang kejam, menentang kecurangan dan
kezaliman, tetapi juga untuk mencapai seluruh perbaikan dari kelatarbelakangan.
Akan tetapi menurut Tan Malaka, Indonesia dengan 55.000.000
orang yang hidup, tidak akan mungkin merdeka sebelum membuang semua “kotoran”
magis dari kepalanya, selama orang-orang masih membanggakan kebudayaan kuno
yang penuh butir-butir pikiran yang keliru, kepasrahan, dan selama orang itu
masih berjiwa budak. Satukanlah tenaga ekonomi dan sosial yang ada untuk
menentang imperialisme barat yang tersusun rapi namun yang kini dalam kesulitan
itu menggunakan senjata semangat revolusioner-ploretaris yaitu
Materialisme-dialektika.
Menurut Tan Malaka, satu revolusi disebabkan oleh
pergaulan hidup, satu akibat tertentu dari perbuatan-perbuatan masyarakat, atau
disebut dengan perkataan dinamis. Dan revolusi adalah hasil dari akibat-akibat
tertentu dan tak dapat di hindari yang timbul dari pertentangan kelas yang
bertambah hari bertambah tajam. Ketajaman pertentangan ini ditimbulkan dari
beberapa faktor, yakni ekonomi, sosial, politik, dan psikologi. Dan tujuan dari
Revolusi ialah menentukan kelas mana yang akan memegang kekuasaan negara baik
dibidang politik dan ekonomi serta dijalankan dengan kekerasan.
Bisa kita ambil contoh dari faktor-faktor revolusi di
Indonesia yaitu, kekayaan dan kekuasaan sudah bertumpuk pada genggaman beberapa
orang kapitalis/penguasa. Kemudian, Rakyat Indonesia semakin lama semakin
miskin, melarat, tertindas; pertentangan golongan dan kebangsaan semakin lama
semakin tajam; Pemerintah semakin lama semakin reaksioner bangsa Indonesia,
jelasnya semakin besar jurang antara kelas yang memerintah dengan kelas yang
diperintah; Dari hari ke hari semakin bertambah kecaman revolusioner dan tak
mengenal damai.[2]
Setelah dilukiskannya sifat revolusi Tan Malaka juga
melukiskan alat revolusi yang bakal timbul dengan sekilas tentang gerakan
kemerdekaan di Indonesia. Sebelum berbicara alat revolusi kita juga harus tahu musuh
besar dari perjuangan kemerdekaan yaitu imperialisme barat dan kapitalime.
Karena ada penghambat kedua inilah kemerdekaan lambat untuk terjadi. Jadi, jika
ingin merdeka secara penuh kemerdekaan harus dipikirkan secara matang, dan harus
menghilangkan semua yang menghambat dari kemerdekaan negara.
Penyebab dari Imperialisme itu sendiri di akibatkan karena
pertama, Keinginan untuk menjadi jaya, menjadi bangsa yang terbesar
di seluruh dunia (ambition, eerzucht). Kedua, Perasaan sesuatu bangsa,
bahwa bangsa itu adalah bangsa istimewa di dunia ini (racial superiority).
Ketiga, Hasrat untuk menyebarkan agama atau ideologi dapat menimbulkan
imperialisme. Tujuannya bukan imperialisme, tetapi agama atau ideologi.
Imperialisme di sini dapat timbul sebagai "bij-product" saja.
Tetapi jika penyebaran agama itu didukung oleh pemerintah negara, maka sering
tujuan pertama terdesak dan merosot menjadi alasan untuk membenarkan tindakan
imperialisme. Keempat, Letak suatu negara yang masih diangap geografis tidak menguntungkan.
Dan yang terakhir yaitu faktor ekonomi, ini adalah faktor terpenting terjadinya
imperialisme. Karena disini ada keinginan untuk mendapat kekayaan dari suatu
negara, ingin menguasai perdagangan, dan ingin menguasai industri yang ada.
Bisa kita ambil contoh di tiga negara seperti Indonesia,
India dan Filipina. Sekalipun semangat revolusioner di Indonesia sudah matang
dan menyala-nyala tetapi persediaan belum cukup, maka selama itu pula Belanda
masih berdiri sendiri. Begitu juga di India, jika India diberikan jalan konsesi
yang besar serta kompromi politik antar golongan, maka selama itu pula Inggris
akan berdiri di sana. Hal ini juga setara terjadi di Filipina, dengan
bertopengkan pengasuh, penolong, dan pengasih manusia serta memberikan otonomi-ekonomi
dan politik kepada bumi putra di Filipina maka imperialisme Amerika masih dapat
menahan revolusi disana.
Revolusi di Indonesia sebagian kecil menentang sisa-sisa feodalisme
dan sebagian menentang imperialisme barat yang zalim, di tambah lagi kebencian
bangsa timur terhadap barat yang menindas dan menghinakan mereka. Jadi inti
dari kekuatan revolusi (sekurang-kurangnya di Jawa) harus dibentuk oleh kaum
buruh industri modern, perusahaan, dan pertanian (buruh mesin dan tani).
Banteng-benteng politik terutama ekonomi imperialisme Belanda hanya dapat
dipukul oleh kaum buruh.
Mengenai tujuan buruh melewati anti imperialisme yaitu,
mereka berniat ingin merobohkan kaum kapitalis. Kaum buruh Indonesia menhendaki
ishlah yang radikal di dalam perekonomian, sosial, politik, dan ideologi
sekarang atau nanti. Karena bila setelah belah kelak dimusnahkan dalam arti
kemenangan, niscaya kaum buruh akan berganti menjadi kaum borjuasi. Jadi
borjuasi yang kecil, apalagi yang besar hanya anti imperialisme saja, sedang
kaum buruh anti kedua-duanya imperialisme dan kapitalisme.
Kebobrokan kapitalisme
kolonial Belanda nampak makin lama makin terang. Kapitalisme Eropa dan Amerika
didukung oleh kaum sosial demokrat. Di tanah-tanah jajahan seperti : Mesir,
India, Inggris, dan Filipina imperialisme yang sedang goyah didukung oleh
borjuis nasional. Tetapi di Indonesia tak ada sesuatu yang berarti yang mampu
menolong menegakkan kembali imperialisme Belanda yang sedang goyah.
Pertentangan antara rakyat
Indonesia dan imperialisme Belanda makin lama makin tajam. Penderitaan massa bertambah
pesat. Harapan dan kemauannya untuk merdeka berlangsung bersama-sama dengan
penderitaannya. Politik revolusioner merembes di antara rakyat Indonesia makin
lama makin meluas. Pertentangan yang makin tajam antara yang berkuasa dan yang dikuasai
menyebabkan pihak yang berkuasa menjadi kalap dan melakukan tindakan-tindakan
sewenang-wenang.
Suara merdu politik etis sekarang diganti dengan suasana
tongkat karet yang menjemukan dan gemerincing pedang di Bandung, Sumedang,
Ciamis, dan Sidomulyo. Imperialime Belanda telah melampaui batas poltiik etis.
Pelaksanaan politik tongkat karet dan pistol diresmikan dengan darah dan jiwa
proletar. Rakyat Indonesia di bawah ancaman dan siksaan di luar batas prikemanusiaan
tetap menuntut hak-hak kelahirannya ialah hak-hak yang semenjak puluhan tahun
yang lalu telah diakui di Eropa dan Amerika, tetapi oleh imperialisme Belanda revolusioner menghadapai perjalanan jauh yang lebih
panjang sebelum sampai kemerdekaan sejati. Jadi semestinyalah mereka giat dan
radikal dalam hal perjuangan.
Begitu juga dengan alat kapitalis yang digunakan barat
untuk mengeruk hasil negara dengan sebanyak-banyaknya. Yang kaya semakin kaya
dan yang miskin semakin miskin bahkan hancur tak mengarah. Dalam suatu paham
kapital, pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih
keuntungan sebesar-besarnya. Intervensi pasar yang di lakukan kapitalis
bukanlah untuk hasil bersama melainkan untuk kepentingan individunya
sendiri.
Akan tetapi alat revolusi
yang akan di jalankan Inggris di India telah dapat di boikot oleh pimpinan
Tilak pada tahun 1900-1905. Semua ini bermaksud agar industri dan perdagangan
nasional India sendiri bisa hidup. Begitu juga dengan Filipina, Filipina
berhasil mencegah Amerika menanam kapitalnya di Filipina, hal ini akan
mengakibatkan rakyat sengsara, serta Amerika akan mendapatkan satu alasan untuk
merintangi kemerdekaan Filipina. Berbeda dengan Indonesia, kapitalisme di
Indonesia tidak dilahirkan oleh cara-cara produksi bumi putra yang alamiah. Ia
adalah alat asing yang dipergunakan untuk kepentingan asing yang dengan
kekerasan mendesak sistem produksi bumiputra itu sendiri.
Di Indonesia sebagai akibat
kemajuan ekonomi yang tidak teratur arahnya, sangat berbeda dengan negara-negara
dua tersebut. Indonesia tidak menghasilkan barang-barng baik untuk desa maupun
untuk perdagangan luar negeri, dari kapitalis-kapitalis bumi putra. Mesin-mesin
pertanian, keperluan rumah tangga, bahan-bahan pakaian, dan sebagainya di
datangkan dari luar negeri oleh badan-badan perdagangan imperialis. Begitu juga
beras, makanan pokok ini juga didatangkan dari luar. Mereka pandai mengerjakan
tanahnya akan tetapi mereka lebih memilih memproduksi teh, gula, karet, dan
sebagainya untuk memperkaya saudagar asing, tetapi melaratkan kaum tani. Jadi
semua keuntungan hanya diperuntukan untuk bangsa luar. Faktor yang menyebabkan
kapitalisme bukan Indonesia muncul akan tetapi mengingat sejarah negeri kita
tersebut.
Marx pernah berkata : “Proletariat tak akan kehilangan
sesuatu miliknya, kecuali belenggu budaknya”. Kalimat ini dapat kita gunakan di
Indonesia lebih luas. Disini anasir-anasir bukan proletar berada dalam
penderitaan yang sama dengan buruh industri, karena di sini tak ada industri
nasional, perdagangan ansional. Dalam bentrokan yang mungkin terjadi antara imperialisme
Belanda dan rakyat Indonesia tak seorang Indonesia pun akan kehilangan miliknya
karena bentrokan itu. Di Indonesia kita dapat serukan kepada seluruh rakyat :
“Kamu tak akan kehilangan sesuatu milikmu kecuali belenggu budakmu”.
Kembali pada alat revolusi
yang di canangkan untuk kemerdekaan Indonesia oleh Tan Malaka yaitu mengambil
alih kekuasaan bukan dengan kekerasan, kudeta, dan aksi anarkis, akan tetapi
menggunakan aksi jitu dengan menyatukan suara kita baik dari segi ekonomi,
sosial,dan politik. Dengan satu tujuan yaitu kemerdekaan Nasional.
Menurut Tan Malaka, selama
orang percaya bahwa kemerdekaan akan tercapai dengan jalan putch (kudeta) atau
anarkisme, itu hanyalah impian seorang yang sedang terlanda demam. Dan
mengembangkan kepercayaan itu diantara rakyat adalah satu perbuatan yang
menyesatkan, disengaja atau tidak. Karena putch adalah segerombolan kecil yang
bergerak diam-diam dan tak berhubungan dengan rakyat banyak. Dan gerombolan itu
biasanya mencangkan kemauan sendiri dengan tidak memperdulikan perasaan dan
kecakapan sendiri dengan tidak memperdulikan perasaan dan kesanggupan massa.
Dia mungkin lupa atau mungkin tidak tahu bahwa massa dapat di tarik kearah aksi
politik yang keras (dalam kacamata modern) penuh kesengsaraan serta reaksi yang
membabi buta.
Di negeri yang memiliki
industri sebagaimana Indonesia massa aksi, yakni boikot, mogok, dan
demonstrasi, dapat digunakan lebih sempurna sebagai senjata yang tajam. Bisa
kita ambil contoh, Bila satu partai revolusioner berhasil memerintah kaum buruh
yang berjuta-juta meninggalkan pekerjaannya, dan yang bukan buruh tak mau
bekerjasama dan seluruh rakyat menuntut ekonomi dan politikdengan satu suara,
aksi ini akan besar artinya. Bahkan lebih besar dari pada 100 pemberontakan
Jambi.
Kelebihan massa aksi
ketimbang putch yaitu pertma,
perjuangan massa aksi selamanya dapat di kontrol, sedang dengan yang kedua kita
memperlihatkan diri kepada musuh. Di dalam massa aksi pemimpin boleh berjalan sekian
jauh menurut kepatutan yang perlu dan yang sesuai dengan keadaan yang saat ini.
Dengan menentukan berapa jauh ia boleh mengadakan tuntutan politik dan ekonomi
dengan tidak menanggung kerugian besar. Dan Massa Aksi tidak kehilangan
hubungan massa dan antara massa itu
sendiri.
Sementara itu pertempuran
yang membabi-buta yaitu tindakan keras tukang-tukang putch yang disengajanya terhadap musuh. Mereka sejak awal di serang
musuh, sedangkan massa aksi dengan memegang peta perjuangan ia dapat
mempermainkan musuh dengan jalan maju selangkah dan kemudian maju sekaligus
untuk menggempur habis-habisan.
Massa aksi juga harus punya
pemimpin yang praktis, tentang politik dan ekonomi serta psikologi massa dan
kemudian pandai menghitung kejadian-kejadian politik yang akan terjadi. Dan
pemimpin itu juga harus dapat menghitung waktu yang baik dan tepat sehingga
mendatangkan keuntungan dalam melakukan revolusi.
Mengenai revolusi menurut Tan
Malaka kemenangan Revolusioner memerlukan dua faktor yaitu :
- Objektif,
yakni tingkatan dari tangan produksi dan kemelaratan massa. Tingkatan itu
terutama di Jawa dan di beberapa tempatdi Sumatera dalam pandangan kita
dianggap cukup.
- Subjektif,
yakni kesediaan bangsa Indonesia menyiapkan satu partai revolusioner yang
sempurna, teratur dan matang betul dengan keadaan revolusioner yang baik.
b.
Gerakan Militan dari Tan Malaka
Seiring
perjalanannya, Jepang menduduki Singapura dan Hindia. Dan Tan Malaka kembali ke
tanah kelahirannya di Jakarta dengan rumah kecil. Ia menamakan diri dengan nama
Iljas Husein, ia sering pergi ke perpustakaan untuk menulis buku terpenting
yaitu Madilog: Gabungan dari
Materialisme, Dialektika, dan Logika. Ia menyesuaikan teori Marx dengan pemahaman
pribadinya pada situasi dan kondisi Indonesia. Madilog merupakan istilah
baru dalam cara berpikir, dengan menghubungkan ilmu bukti serta mengembangkan
dengan jalan dan metode yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan Indonesia
sebagai bagian dari kebudayaan dunia.
Akan tetapi, satu tahun tahun ia di Jakarta keuangannya
samakin menipis, dan akhirnya ia bekerja sebagai pengawas pertambangan di
Bayah, tepatnya pantai selatan Banten. Disini keadaan pekerja paksa “Romusha”
sangat menyedihkan. Dari sini ia memprovokasi para pemuda harus bangkit untuk
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan bukan yang dihadiahkan Jepang
akan tetapi kemerdekaan itu dengan cara direbut “Ucap Tan Malaka”.
Ia datang ke Jakarta dengan harapan akan bisa ikut
berperan di tengah perkembangan, yang sama sekali haluannya belum menentu. Tan
Malaka pada 6 Agustus datang kepada Burhanudin Muhammad Diah (B.M. Diah) yang dikenal sebagai tokoh
golongan muda yang radikal dengan organisasi yang dipimpinnya yaitu
Gerakan Angkatan Baru '45, Lahir 7 April 1917 di Kutaraja, Aceh.
Pada saat Jepang menduduki
Indonesia, ia termasuk orang yang terkemuka di Jawa. Berkat
profesinya dalam bidang kewartawanan, pada tahun 1942-1948 ia diangkat
menjadi pemimpin dari surat kabar Asia Raja tepatnya di Jakarta. Walaupun demikian semangat nasionalismenya
tetap ada. Bersama dengan Chairul Saleh, Sukarni, Wikana dan
lain-lain sering mengadakan pertemuan dan akhirnya 3 Juni 1945
dibentuklah gerakan Angkatan Baru yang bertujuan "Memperjuangkan Indonesia. Ternyata
kunjungan Tan Malaka merupakan pilihan yang tepat, Tan Malaka mengenalkan diri
sebagai Husein dari Bayah dan sebagai utusan pemuda dari sana. Ia bertujuan
ingin bertemu ketua angkatan baroe dan ingin mendengar bagaimana rapat pada 6 Juli
lalu. Husein berbicara dengan Diah tanpa ada rasa kekhawatiran sebagai
mata-mata dan provokator, karena ia menggebu-gebukan kemerdekaan itu harus ada
di tangan pemuda. Oleh karenanya ia menjanjikan dari pemuda banten dan ia
memberikan kesan kepada Diah seorang intelektual yang cerdas. Lambat laun ia
selalu memprovokasi kepada setiap orang khususnya pada Ajib Muchammad Dzuhri
pada rapat wakil-wakil rahasia pemuda Banten. dan dilanjutkan pada tokoh-tokoh
radikal dari Jakarta seperti Soekarni dan Chaerul Saleh. Akhirnya seperti
pejuang ini telah berkumpul di tempat M. Tachril yaitu pegawai GEBEO (Gameenschappelijk Electriciteitsbedrijf Bandoeng
en Omstreken). Husein mendapatkan
kesempatan bicara dan mengucapkan sebuah pidato yang bersemangat. Ia memberikan
contoh tentang perjuangan kemerdekaan negara-negara lain. Dan ia meramalkan
kekalahan jepang dalam waktu dekat mendatang. Maka kemerdekaan harus direbut
oleh kaum pemuda, dan jangan sekali-kali sebagai hadiah, kita bukan kolaborator
“ucap Tan Malaka”.[3]
Dan Husein juga berbicara seluruh kaum muda harus
mengambil alih kekuasaan, dan tidak akan di bawah penjajahan belanda lagi. Oleh
karena itu proklamasi Indonesia merdeka itu harus terjadi. Di rebut dengan
kekuatan dan persatuan, serta pemuda yang akan menjadi garda depan. Sebagai
rakyat banten dan terutama sebagai pemuda yang telah siap untuk merdeka maka
kami siap untuk mewujudkan proklamasi itu “Ucap
Husein”. Dan ia menyerukan kepada daidanco di banten untuk mencari dukungan
mereka. Proklamasi harus ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta yang bisa
diwakili sebagai wakil rakyat Indonesia.dari sini jepang gencar dan melarang
manifestasi terbuka di sekitar proklamasi. Karenanya mereka mengiri pasukan di
jalan-jalan dan menghalangi meluanya pemberitaan melalui radio dan surat kabar.
Proklamasi ini berlangsung dengan tergesa-gesa di pelataran Tan Malaka dalam
memberi bentuk seruan formal tentang kemerdekaan Indonesia. Maka teks
proklamasinyapun nyaris pendek saja. “kami bangsa Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan
d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang
sesingkat-singkatnya. Tertanggal 17-8-05 “wakil bangsa Indonesia”.
c.
Karya-Karya Tan Malaka
Jika
membaca karya-karya Tan Malaka yang meliputi semua bidang kemasyarakatan,
kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan sampai kemiliteran (Gerpolek-Gerilya-Politik
dan Ekonomi, 1948), maka akan ditemukan benang putih keilmiahan dan ke-Indonesia-an
serta benang merah kemandirian, sikap konsisten yang jelas dalam
gagasan-gagasan serta perjuangannya. Semua karya Tan Malaka dan permasalahannya
didasari oleh kondisi Indonesia. Terutama rakyat Indonesia, situasi dan kondisi
nusantara serta kebudayaan, sejarah lalu diakhiri dengan bagaimana mengarahkan
pemecahan masalahnya. Hasil karya berbentuk buku Tan Malaka sangatlah banyak
antara lain :
Nama Buku
|
Tahun
|
Nama Buku
|
Tahun
|
Soviet atau Parlemen
|
1920
|
Aslia Bergabung
|
1943
|
SI Semarang dan Onderwijs
|
1921
|
Rencana Ekonomi Berjuang
|
1945
|
Dasar Pendidikan
|
1921
|
Muslihat
|
1945
|
Menuju Republik Indonesia
|
1924
|
Gerakan kiri dan Revolusi Indonesia
|
1945
|
Semangat Muda
|
1925
|
Pandangan Hidup
|
1948
|
Massa Actie
|
1926
|
Madilog
|
1948
|
Pari International
|
1927
|
Proklamasi 17/8/45 Isi & Pelaksanaanya
|
1948
|
Pari dan Nasionalisten
|
1927
|
Kuhandel di Kaliurang
|
1948
|
Pari dan PKI
|
1927
|
Islam dalam Tinjauan Madilog
|
1948
|
Manifesto Bangkok
|
1927
|
Gerpolek
|
1948
|
Dari Pendjara ke Pendjara, Autobiografi
|
|
d.
Federasi Republik Indonesia
Kekuasaan atas tanah Semenanjung Tanah Melayu dengan pusat
armada singapura di dalam tangan imperialisme Inggris, bagi kita sebagai satu strategi umfasung senantiasa memaksa
kita menjauhi medan perjuangan. Umfasung ini dilengkapi dengan Australia putih,
anti warna kulit disebelah selatan. Kedudukan kita diantara Malaysa dengan
Australia dan kapital Inggris yang sangat besar di Indonesia, membesarkan dan
mengekalkan perhatian politik imperialisme Inggris atas semua kejadian di
Indonesia.
Dalam program politik diajukannya Federasi Republik
Indonesia. Dalam idealisme federasi ini juga mencakup Filipina dan Semenanjung
Malaya. Gagasan ini merupakan embrio dari gagasan Gabungan Aslia (Asia Selatan,
Tenggara, dan Australia) dalam rangka delapan negara gabungan dunia. Menurut
Tan Malaka untuk memelihara perdamaian, dunia sebaiknya dibagi menjadi sekitar
negara gabungan, yang mana masing-masing merupakan satuan geopolitik, ekonomi
dan strategi pertahanan. Ia merumpamakan Anjing yang sama besarnya jarang
tergoda berkelahi akan tetapi anjing besar mudah tergoda dengan anjing kecil,
ini merupakan dasar pemikiran yang sederhana. Semuanya akhirnya terbukti adanya
uni Eropa, Persatuan Negara Teluk, Persatuan Negara Afrika, ASEAN, dll.
Mengenai
federasi Republik Indonesia bagi Tan Malaka sebagai bentuk bukan masalah
fundamental yang bersifat mutlak, tak dapat ditawar lagi. Negara Republik
Kesatuan Indonesia tidak menjadi masalah untuk mempersatukan Indonesia.
III.
PEMIKIRAN TAN MALAKA
Dalam
pemikiran Tan Malaka sudah jelas di buka pada tulisannya yang berjudul Madilog.
Disana ia berbicara masalah Materialisme, Dialektika dan Logika. Perlu
diketahui Madilog ialah cara berpikir, yang berdasarkan
Materialsime, Dialektika dan Logika buat mencari akibat, yang berdiri atas
bukti yang cukup banyaknya dan tujuan diperalamkan dan diperamati.[4] Dan sekarang akan saya jelaskan arti dan daerahnya dari Materialisme,
arti dan daerahnya dari Dialektika,
serta arti dan daerahnya dari Logika.
a.
Dialektika
Pertama arti daerahnya dari Dialektika yang diungkapkan Tan
Malaka yaitu, timbulnya persoalan dialektika di terangkan pada pasal satu yaitu
ada beberapa perkara yang akan menjelaskan timbulnya persoalan dialektika antara
lain; bisa dilihat dari faktor Tempo, berkena-kenaan/berselak-beluk,
pertentangan dan pergerakan. Pada persoalan tempo Tan Malaka memberi contoh
pada Thomas edison yang dulunya di usir karena kebodohannya dan lambat laun
menjadi pintar dan jenius. Ini disebabkan perjalanan yang dulunya bodoh menjadi
jenius ini melalui tempo. Dan contoh selanjutnya yaitu disekolah diajarkan
tentang psikotes yang awalnya hanya titik bisa menjadi garis selanjutnya
menjadi bidang, dan bidang menjadi badan, semua melalui melalui tempo tanpa
tempo semua ini tidak bisa terjadi.
Dan pada faktor berkenaan atau berhubungan Tan Malaka
memberi contoh dalam diri manusia ada jantung, paru-paru, hati, tulang-belulang
dsb. Menurut darwin ini semuanya pasti ada hubungannya atau mempunyai
selak-beluk. Jadi semua makhluk hidup mempunyai hubungan. Selanjutnya pada
faktor bertentangan Tan Malaka memberi contoh Tuan Fulus Muslimin yang
Berpunya uang, sebagian besar dari kaum Ulama dan Pemerintah berdasar
"kepunyaan sendiri”, tentulah 100 % membenarkan putusan itu. Selanjutnya Petani
yang berhutang dan hutang mesti dibayar. Ini cocok dengan semua Undang
kemodalan dan cocok dengan semua Agama. Adilkah keputusan hakim yang membela si
tuan fulus??? Ketika logikanya dalam kemasyarakatan semua orang tidak mengambil
keputusan dengan kata ya atau tidak. Ini merupakan faktor suatu yang
bertentangan dengan dialektika. Dan faktor terakhir dari timbulya Dialektika
yaitu faktor gerakan. Tan malaka memberi contoh seperti bola yang bergerak dan
tidak bisa ia tetap disitu ia berpijak. Dialektika ini pada dasarnya semua
benda di dunia ini pada dasarnya tidak tetap. Seperti kehidupan dan kematian
semua oang tidak bisa menilai ia harus hidup dan mati pada waktu yang
ditentukan oleh semua orang.
Ketika Dialektika dibahas
dalam sejarah di Indonesia. Banyak hal yang unik alam perjalanan Dialektika di
Indonesia ini. Dialektika ini antara lain yaitu pengaruh luar negeri, pengarus
bangsa Indonesia yang asli, pengaruh Hindu, dsb. Pengaruh luar negeri kita
tidak bisa membaca terhadap sejarah Indonesia karena tidak ada ahli sejarah
yang jujur mereka hanya pandai berdongeng, dan bercerita dengan kehendaknya.
Dialektika dalam sejarah Indonesia bisa disimpulkan bahwa pertama, sejarah
Indonesia merupakan, seluruhnya atau separuhnya, sejarah Hindu. Kedua, bahwa
perasaan masyarakat sebagai bangsa yang dulu mempunyai kemegahan nasional,
sangat tidak pada tempatnya. Dan terakhir, bahwa dari hinduisme tidak mungkin
akan timbul suatu renaisance.[5]
b.
Logika
Sebelum jauh menerangkan
tentang Logikanya Tan Malaka sebagai spring-board (papan-pelompat), tiga
defines Ilmu Bukti, yakni : (1) Pikiran yang jitu, tepat atau (2) Penyusunan bukti
atau (3) Penggampangan dengan mengumumkan. Maka semua hal ini pada geometry
terbentuk oleh cara synthetic, memasang bukti sampai menjumpai teori, analytic,
mengungkai (membuka) teori atas buktinya dan ad-absurdum, cara menyesatkan buat
memperlihatkan kebenaran suatu teori. Maka ketiga cara dalam Geometry ini seperti
sudah dijelaskan ada sangat berkenaan pula dengan caranya Ilmu Fisika & Co,
bekerja : induction, dari bukti naik ke undang, deduction dari undang turun kebukti
dan verification, penglaksanaan, sesudah sesat bertemu lagi.[6]
Logika itu Cuma salah satu
perkara dalam "Madilog” dan seperti sudah dibilang, bukanlah perkara yang
terpenting. Yang akan diuraikan pada pasal ini, Cuma beberapa "puncak” yang
nyata dalam barisannya sisa Logika itu. Logika itu membuat Anda berpikir lurus
dengan kenyataan. Bukti itu adalah fakta. Maka jangan bicara tanpa bukti yang
jelas, kata Tan Malaka.
c.
Materialisme
Materialisme adalah suatu
filsafat ajaran yang baru berkembang pesat di abad 19, dan dikembangkan oleh
beberapa materialis Russia semacam Lenin, Plekhanov dan beberapa filsuf german
dan negara lainnya. Materialisme adalah suatu cara pandang yang real terhadap
dunia alam raya yang bersifat materi atau kebendaan. Dalam banyak hal
materialisme lebih mampu menjelaskan fenomena cara pandang dunia dibanding
paham idealisme yang diturunkan secara turun temurun sampai ke tingkat paling
dasar.
Lewat buku Madilog Tan Malaka
dan Materialisme-nya Lenin dan George Plekhanov. Lenin dan Plekahanov konon
mendapat bantuan signifikan dalam mengembangkan filsafat materialisme dari
Feuerbach. Dengan mengikuti Baruch Spinoza, Feuerbach menyatakan bahwa
materialisme adalah yang primer dan ide adalah yang sekunder. Satu-satunya
dasar manusia adalah jasmani, dan jiwa akan mengikuti jasmani. Ambillah dari
manusia jasmaninya, maka akan terambil jiwanya, terambil semangatnya. Jasmani
adalah bagian dari dunia objektif dan adanya jiwa adalah tergantung pada
jasmani begitu diantaranya uraian Feuerbach.
Tan Malaka menyesuaikan teori Marx dengan pemahaman
pribadinya pada situasi dan kondisi Indonesia Materialisme dari Tan Malaka
yaitu mengambil perjalanannya yang paling penting dalam membantu kaum petani
yang biasa Karl Max sebut sebagai kaum ploretar, akan tetapi perbedaan dari
Marx dan Tan Malaka yaitu Marx condong pada kaum buruh sedangkan Tan Malaka
lebih condoh pada kaum petani, karena pada saat itu yang berkembang justru
pertanian bukan perindustrian seperti pada jamannya Marx.
IV.
KRITIK PEMIKIRAN TAN MALAKA
Murbaisme merupakan sebuah paham atau pemikiran yang dipelopori oleh Tan Malaka. Secara garis besar pemikiran
Murbaisme Tan Malaka ini
sebenarnya ingin mewujudkan sebuah masyarakat Indonesia baru yang sosialis
dengan berlandaskan pada kerakyatan tanpa menafikan adanya kepercayaan terhadap Tuhan. Program Nasional Tan Malaka menyarankan bahwa apabila buruh menasionalisasi
industri-industri besar, maka orang-orang yang bukan proletar (petani-petani,
pedagang-pedagang kecil, pengusaha-pengusaha kecil dan orang-orang intelek)
harus juga diberikan pembagian ekonomi yang sama. Hal lain yang menjadi
perhatian dan pokok kajian Tan Malaka
dalam keyakinan politik Murbaisme-nya adalah strategi dan taktik. Menurutnya,
sukses gagalnya suatu program nasional dalam perjuangan revolusioner tergantung
pada benarnya strategi dan taktik. Hal terakhir dalam pokok kajiannya adalah
mengenai organisasi (partai). Menurutnya, yang dimaksud dengan Partai
Revolusioner ialah gabungan orang-orang yang bersamaan pandangan dan
perbuatannya dalam revolusi.
Materi mengenai Murbaisme Tan Malaka ini mengandung nilai-nilai
kepemimpinan, perjuangan (patriotisme), nasionalisme, toleransi, politik dan
juga pendidikan kerakyatan, yang pada gilirannya dapat diteladani oleh generasi
sekarang dan yang akan datang. Oleh karena itu, materi ini dapat diajarkan pada
tingkat pendidikan menengah maupun sebagai salah satu contoh kajian sejarah pemikiran modern atau sebagai sejarah politik pada tingkat
perguruan tinggi.
V.
KESIMPULAN
Berbagai
hal telah dijelaskan mengenai kehidupan Tan Malaka, akan tetapi penjelasan
tersebut hanya selintas dari apa yang telah Tan Malaka perbuat untuk bangsa dan
negara ini. Tan Malaka memang dibesarkan oleh pendidikan Barat yang sekuler,
sehingga pemikiran Tan Malaka selalu dipengaruhi oleh perubahan secara mendasar.
Pengaruh tersebut kemudian memberikan pemahaman tentang aliran-aliran yang
berkembang di Indonesia, seperti materialisme, Dialektika, dan Logika.
Tan Malaka berdasarkan penelaahan terhadap pemikirannya
dapat dipastikan bahwa beliau ialah seorang pemimpin politik yang netral
terhadap agama, namun sangat kental dalam segi nasionalisme terhadap bangsa dan
negara Indonesia. Dengan begitu, harus dipahami bahwa pola pemikiran Tan Malaka
selalu dibenturkan dengan rasio yang matang dalam mengambil setiap keputusan,
serta setiap keputusan dari Tan Malaka kemungkinan besar memberikan arah
politik dalam praktik politik di Indonesia. Gaya bergerak yang militan dan
radikalnya yang sering ia pergunakan untuk menyatukan aksi-aksi masanya.
Ia juga tidak dengan revolusi yang sifatnya kudeta,
bentuknya anarkis sehingga membuahkan keributan dan kekerasan, atau dalam
situasi dan kondisi dulu melalui Volksraad
(Dewan Rakyat). Ia lebih suka
menggunakan massa aksi yang menggunakan aksi boikot, mogok massa, demonstrasi.
Karena menurutnya jika menggunakan putch atau kudeta biasanya segerombolan kecil yang
bergerak diam-diam dan tak berhubungan dengan rakyat banyak. Dan gerombolan itu
biasanya mencangkan kemauan sendiri dengan tidak memperdulikan perasaan dan
kecakapan sendiri dengan tidak memperdulikan perasaan dan kesanggupan massa.
Dia mungkin lupa atau mungkin tidak tahu bahwa massa dapat di tarik kearah aksi
politik yang keras (dalam kacamata modern) penuh kesengsaraan serta reaksi yang
membabi buta.
Berbeda dengan aksi massa yang memperhitungkan waktu,
tempat, dan taktik secara matang, dan ia juga harus mempunyai pemimpin yang
pintar. Sehingga massa aksi ini berjalan dengan baik, dan massa yang ada tidak
menghilang begitu saja, mereka dapat mengontrol massa aksi yang ada. Serta, massa aksi juga memegang peta
perjuangan sehingga ia dapat mempermainkan musuh dengan jalan maju selangkah
dan kemudian maju sekaligus untuk menggempur habis-habisan.
Mungkin demikianlah makalah ini saya sampaikan, semua
kekurangan datangnya dari saya dan saya berjanji akan memperbaiki kekurangan
ini semua dengan semaksimal mungkin. Karena kekurangan datangnya dari saya dari
kelebihan datang dari sang penguasa. Manusia hanya dapat berusaha akan tetapi
tuhan lah yang menentukannya.
[1] Tan Malaka, Menuju Republik Indonesia, (Jakarta: Yayasan Masa, 1987), hlm. 7
[2]
Tan Malaka, Massa Aksi, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2000) h. 74
[3] Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia, (Jakarta Yayasan Obor
Indonesia, 2008), h. 3
[4] Tan Malaka, Madilog, (Jakarta: Widjaya, 1951), h. 185
[6] Ibid, h. 133
Tidak ada komentar:
Posting Komentar