Riwayat Karl Marx (Lahir, karir dan akhir)
Karl Heinrich Marx
lahir pada 5 Mei 1818 di Trier atau Traves, Jerman. Ia terbilang dari keluarga
terpandang. Ayahnya Heinrich Marx adalah seorang yang berdarah Yahudi yang
menjadi pengacara ternama di Traves, sementara ibunya juga berdarah Yahudi
adalah putri pendeta Belanda. Marx biasa di panggil dengan gelar “si Maroko”
sejenis bangsa yang mendiami barat laut, hal tersebut karena kulitnya hitam,
mata cekung tapi bersinar dengan tajam. Pertumbuhan tubuhnya gemuk meskipun tubunya kecil tidak sebanding
dengan anak-anak Jerman yang sebaya dengannya. Sejak kecil ia sudah pernah
mengalami pergolakan keagamaan yang dahsyat. Sejak berusia 6 tahun, seluruh
keluarganya berpindah agama (converse) dari Yahudi ke Kristen Protestan.
Perpindahan agama ini sudah barang tentu merubah dasar keyakinan dan
keberagamaan Marx. Maka dari itu, peristiwa converse ini merupakan salah
satu persitiwa yang sangat membekas di hati Marx dan mempengaruhi perjalanan
hidup Marx selanjutnya. Karl Marx yang dikenal secara luas sebagai pendiri
Ideologis komunis yang sebenarnya adalah seorang teoretikus besar kapitalisme.[1]
Sejak usia 17 tahun,
tepatnya tahun 1835 Marx masuk Gymnasium (sebuah sekolah menegah) di
Traves. Sehabis lulus dari Gymnasium Marx melanjutkan kuliah di
universitas Bonn dengan mengambil fakultas hukum. Tapi karena studi Marx di
sini lebih disebabkan oleh paksaan orang tuanya, maka Marx hanya bisa bertahan
satu tahun. Selepas dari Bonn Marx akhirnya masuk ke Universitas Berlin dengan
konsentrasi mempelajari filsafat dan sejarah. Rupanya disiplin ini yang dia
cita-citakan semula. Maka di Universitas Berlin inilah ia mulai membangun basis
intelektualnya yang akhirnya menjadi filosof besar. Di universitas inilah ia
juga ikut Young Hegelian Club hingga mempertemukan dia dengan tokoh
seniornya Feuearbach. Pendidikannya ini ia akhiri ketika dia, dalam usia 23
berhasil memperoleh memperoleh gelar doktor dengan desertasi The Diffrent
between natural phillosopy of Democritos and Natural Philoshopy of Epicurus,
dari universitas Jena tanggal 15 April 1841.
Dalam karirnya Marx
termasuk orang yang terseok-seok. Awal mulanya ia berkeinginan meniti karis
sebagai dosen, tetapi gagal karena disebabkan oleh pemikirannya yang radikal
dan tidak pernah mau kompromi dengan status quo. Gagal menjadi dosen akhirnya
ia terjun ke dunia jurnalistik dengan menjadi wartawan di koran Rhenissche
Zeitung (Rhine Gazete)[2]. Pada tahun
1842 Marx diangkat menjadi redaktur koran ini. Karena kritisnya yang sangat
keras terhadap pemerintah, maka majalah ini akhirnya dibredel dan Marx diusir
dari negerinya hingga akhirnya Marx pindah ke Paris bersama Arnold Ruge. Di
Paris inilah jiwa dan semangat sosialismenya mulai tumbuh. Karena Paris pada
waktu itu menjadi pusat pelarian para tokoh-tokoh sosialis dunia. Di paris ini
pula ia bertemu dengan kawan sejatinya, Freidrick Angels seorang anggota
sosialis dari London yang nantinya menjadi tulang punggung keluarga Marx dalam
hal membiayai kehidupan.
Tahun 1847 Marx
bersama Engels menulis buku yang berjudul La Misere de la Philoshopie (the
poverty of philoshopy) sebagai kritik terhadap Piere Joseph Proudhon yang
dianggapnya tidak revoluisoner dan tidak memberikan gambaran prospek yang jelas
terhadap masa depan kaum buruh untuk membebaskan diri dari genggaman kapitalis[3]. Kemudian di
tahun yang sama ia juga menerbitkan buku Die Deutsche Idiologie (the
German Idiology) yang juga dikerjakan dengan Engels. Di buku inilah ia
sesungguhnya telah meletakkan dasar historis materialismenya. Kemudian tahun
1845 bersama Engels, Marx membuat Liga komunis (Communist League) di
Brussel. Liga ini yang konon menjadi wadah perjuangan gerakan pekerja
internasional.
Tahun berikutnya Marx
dan Engels mengarang pamflet (Stetmen
Manifesto Partai Komunis) yang hingga sekarang menadi pedoman bagi
orang-orang sosialis yang menamakan diri kaum Marxist. Berjudul Manifest der
Komunistichen partei (Manifesto of the
Comunist Party). Perlu di ketahui liga komunis yang di maksud hanya
merupakan organisasi kerjasama dari kaum buruh inggris, Jerman, dan Perancis.
Pemimpinnya mencita-citakan terwujudnya sosialisme dan hidupnya senantiasa
dalam pengawasan ketat pemerintahan. Dari sini kaum buruh terdorong semangat
untuk melakukan revolusi. Dan terjadilah
revolsi liberal di Eropa. Awal mula kekacauan terjadi di Perancis terjadi
tanggal 24 Februari 1848 kemudian meluas di Inggris, Jerman dan Brussel tempat
Marx bermukim. Akan tetapi sejarah mencatat revolusi yang berlangsung di Eropa
ini gagal. Hal ini membuat Marx kecewa bahkan Marx kembali di tangkap dan di
adili di jerman. Satu hal yang membuat lolos yaitu adalah karena ia telah melepaskan
status kewarganegaraannya. Dan kemudian kembali ke perancis membuat
demonstrasi-demonstrasi terhadap penguasa. Dan akhir cerita karena ia di anggap
rusuh dan akibatnya di tangkap akhirnya ia di usir ke London (tempat pembuangan
terakhirnya).
Karir Marx diakhiri
dengan posisinya dia sebagai penulis buku tentang ekonomi-politik yang menggugat
sistem ekonomi kapitalis. Hidupnya termasuk tragis. Anak –anaknya banyak yang
mati karena kelaparan dan bunuh diri. Istrinya sendiri, Jenny van Whestpallen,
meninggal karena sakit tanpa pengobatan yang memadahi. Marx tidak bisa ikut
mengantarkan ke pemakaman istrinya karena dia sendiri, pada waktu itu sakit.
Marx meninggal di ruang belajarnya pada 14 Maret 1883.
Sekilas Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Marx
Disamping Marx
mewarisi dan menggali ajaran revolusi dan sosialisme dari Perancis, ekonomi
dari Inggris, maka tidak boleh di lupakan akar dari ide-ide filsafatnya yang di
timba langsung dari tradisi kefilsafatan Jerman. Dengan menyebut Filsafat
Jerman ada dua orang filosof yang tercatat. Yakni Georg Wilhelm Frederick Hegel
dan Ludwidg Andreas Feurbach. Ringkasnya Marx mengambil konsep pemikiran
Dialektika dan dari filosof kedua Marx mengambil corak pemikiran yang bersifat
Materialisme.
Marx memandang Negara sebagai alat penindasan.
Menurut Marx, negara secara hakiki
merupakan negara kelas artinya negara dikuasai secara langsung maupun tidak
langsung oleh kelas-kelas yg menguasai bidang ekonomi. Dengan perspektif ini
maka negara bukan kawan kaum tertindas melainkan lawan. Kaum tertindas
hendaknya tidak mengharapkan bantuan dari Negara. Bila ini terjadi maka Negara
yang menjadi alat penindasan kaum borjuis kapitalis, tanpa menghancurkan akan
lenyap dengan sendirinya.
Pemikiran Marx sangatlah berbeda dengan
pemikir lainnya seperti Locke, Hobbes, Rosseu dan lainnya yang tidak
mementingkan keharusan eksitensi terhadap Negara itu sendiri, berbeda dengan
Marx ia sangat mementingkan eksitensi Negara itu sendiri. Ia memandang Negara
itu ibarat monster yang menakutkan[4], mengambil
istilah Hobbes Negara itu seperti Leviathan makhluk yang sangat ganas pemakan
makhluk lainnya.
Mengapa Marx melihat Negara itu ibarat
monster ??? Era pencerahan membawa Eropa ke dalam sebuah peralihan dari kaum feodal ke
kaum kapital. Hal ini dipicu dengan ditemukannya mesin cetak oleh Johan
Guttenberg pada abad ke 15 M. Dari sinilah timbul pertukaran ide dan pikiran
secara besar-besaran. Maraknya diskusi dan pertukaran ide ini ternyata membawa
akibat fatal terhadap rezim bangsawan. Derasnya wacana dan pertukaran ide
membuat budaya kritis masyarakat semakin terasah sehingga mampu membongkar
segala macam kebusukan dan kebobrokan rezim bangsawan atau kaum feodal
sekaligus meruntuhkan mitos surgawi yang diwartakan para raja. Nah dari sini
munculah revolusi teknologi yang
dinamakan dengan “Engel Revolusi Industri”. Ketika fenomena ini lahir lahirlah
revolusi social yang salah satunya terjadi di Perancis.
Dalam revolusi sosial
ini, pihak yang menjadi aktor utamanya adalah kelas sosial baru yakni kaum
borjuis atau kapitalis. Dengan hadirnya revolusi sosial ini, sistem feodal
mulai runtuh dan kehilangan legitimasinya di mata masyarakat dan digantikan
oleh sistem kapitalis.
Ketika kaum feodal
tergantikan oleh sistem kapital bukanlah semua permasalahan terselesaikan akan
tetapi muncullah permasalahan baru. Penindasan yang terdahulu di dominasi oleh
kaum feodal sekarang tergantikan pada kaum kapital. Dari sinilah kaum buruh sadar bahwa mereka
hanya di tunggangi oleh kaum borjuis
hanya untuk kepentingan mereka semata. Setelah kekuasaan di tangannya mereka
berbuat semau kehendaknya, menunjukan taring di giginya dan cula di kepalanya.
Dan di sinilah kaum buruh merasakan penindaan yang sangat memprihatinkan banyak
wanita hamil, anak-anak tewas karena kelaparan, sakit, dan kurangnya jaminan
kerja. Dari sinilah Marx memandang bahwa Negara kapitalis selalu berwajah hewan
buas, yang mana selalu buat orang sengsara dan menderita. Dari sinilah Negara
harus mementingkan akan eksitensinya itu sendiri terhadap negaranya. Dan yang di harapkan oleh Negara yaitu harus
memprioritaskan perjuangan kelas ploletar bukanlah menciptakan Negara,
melainkan menciptakan masyarakat tanpa kelas. Dengan masyarakat tanpa kelas
Negara akan lenyap dengan sendirinya. Inilah yang disebut oleh Marx tentang
“lenyapnya Negara”.
Pertentangan kelas Marx.
Mengenai pertentangan kelas Marx
menyatakan bahwa kaum borjuis telah menciptakan kekuatan produksi yang lebih
masif di bandingkan dengan generasi sebelumnya. Konsep pertentangan kelas Marx
dapat dengan mudah ditelusuri dalam bukunya The
Manifesto of The Comunity Party (Manifesto Partai Komunis), Di cetak 24
Februari 1848. Bagi kaum Marxis tulisan ini telah menjadi kitab suci di samping
karya Marx yang lain, seperti The Capital.[5]
Pemikiran perjuangan kelas di kemukakan
Marx dan Engel Rumusan sederhananya:
“Sejarah dari semua masyarakat yang ada
sampai saat ini merupakan cerita dari perjuangan kelas. Kebebasan dan
perbudakan, bangsawan dan kampungan, tuan dan pelayan, kepala serikat kerja dan
para tukang, dengan kata lain penekan dan yang di tekan, berada pada posisi
yang sangat bertentangan satu sama lainnya dan berlangsung tanpa terputus”.
Dari kalimat tersebut Marx dan Engel mempunyai beberapa pemikiran.
Pertama, bahwa gagasan sentral dan yang ada di balik pernyataan itu adalah
fakta bahwa sejarah umat manusia di warnai oleh perjuangan atau pertarungan di
antara kelompok-kelompok manusia. Dan dalam bentuknya yang transparan
perjuangan itu berbentuk perjuangan kelas. Kedua, pernyataan itu juga
mengandung proposisi bahwa dalam sejarah perkembangan masyarakat selalu
terdapat polarisasi. Suatu kelas hanya ada dalam posisi bertentangan dengan
kelas-kelas lainnya. Dan kelas itu tidak lain adalah kelas penindas dan kelas
tertindas. Marx berpendapat bahwa dalam proses perkembangannya masyarakat akan
mengalami perpecahan dan kemudian berbentuk dua blok kelas yang saling
bertarung yaitu kelas borjuis kapitalis dan kelas proletariat.
Hubungan eksploitasi antara dua kelas itu menurut Marx akan menciptakan
antagonisme kelas (Class Antagonism)
yang pada akhirnya akan melahirkan krisis revolusioner. Bila situasi sudah
demikian, maka kaum proletar atau kaum kelas pekerja akan menjadi kelas
revolusioner. Marx berharap kelas pekerja akan menjadi kelas penguasa bila
berhasil merebut kekuasaan dari kaum borjuis kapital. Masyarakat tanpa kelas,
menurut Marx ditandai oleh lenyapnya perbedaan-perbedaan kelas dan produksi di
kuasai oleh bangsa serta kekuasaan negara yang mana akan kehilangan karakter
politiknya. Sistem kekuasaan itu tidak lagi bersifat opresif dan menindas
rakyat.
Dalam tulisan ini yang di maksud Marx dalam Revolusi bukanlah Revolusi
damai melainkan Revolusi kekerasan. Maka dari itu Marx dan Engel menekankan
begitu pentingnya pertentangan kelas itu. “Tanpa konflik kelas, kata Marx dalam
The Capital tidak ada kemajuan karena
ia merupakan hukum yang selalu menyertai peradaban (sejak dahulu) hingga
sekarang. Marx seperti ditulis Ralf Dahrendorf[6], begitu yakin
hanya konflik kelaslah yag dapat merubah secara struktural kehidupan masyarakat
dan setiap kelas yang bekonflik selalu menunjukan hubungan dialektis dalam
pengertian Hegelian, yaitu kelas menjadi tesis dan kelas lainnya menjadi
antitesis.
Agama sebagai Candu
Kecendrungan filsafat
Marx yang merealistis betapapun diklaim
sebagai paham yang ilmiah adalah ateistik. Dan awal mula Marx berfilsafat juga
sudah mengaku sebagai ateis. Dalam analisisnya tentang Eropa, Marx memberi
sorotan terhadap Agama dari sebagian besar dari gejala sosial. Agama dalam
konteks ini adalah kristen dalam persepsi macam ini oleh Marx telah
terlembagakan menjadi seperangkat kekuatan sosial. Dari sinilah bermula awal
kritik Marx terhadap Agama, karena di lihatnya para pendeta dan pembesar gereja
telah bersekutu dengan penguasa represif. Fungsi Agama telah diubah citranya
menjadi alat meninabobokan dengan janiji penyelamatan di atas kelaparan dan
penderitaan massa. Lembaga Agama telah memainkan peranan di luar misi agama
sebagai pengemban kasih dan pembela hak-hak kaum tertindas. Agama bukan
mendukung perubahan sosial yang akan membahagiakan lapisan mayoritas akan
tetapi malah sebaliknya, menjadi alat pelegalisasi kekuasaan pemerintah yang
menguntungkan kaum elite. Pada tempat inilah merx menyebut Agama dan pengenjur
agama sebagai pendukung status quo
dan dari sanalah Marx mengumandangkan bahwa Agama adalah sebagai Candu Masyarakat.
Bahkan Marx sangat anti agama (“aku membenci semua tuhan,” demikian ia
berkata”)[7] dan filsafatnya
di dasarkan atas metafisika dan materialistik.
Di sisi lain Marx
menganggap agama muncul karena adanya perbedaan kelas-kelas sosial. Dengan kata
lain bila perbedaan kelas masih ada selama itu pula agama tetap ada. Menurut
Murtadho Muntahari dalam Masyarakat dan Sejarah. Kritik Islam atas Marxisme dan
teori lainnya (1987). Percaya bahwa agama adalah perangkap yang di pasang kaum
penguasa untuk menjerat kaum proletar yang tertindas. Maka dari itu agama harus
di lenyapkan karena ia merupakan alat kaum Borjuis kapitalis (kaum penindas). Andai
masih ada agama kaum borjuis akan mempertahankan kekuasaan dengan menggunakan
agama.
Dialektika Marx
Menurut buku Filsafat
Politik kajian historis dari Zaman Yunani Kuno Sampai Zaman Modern[8], Teori Komunisme
Marx di dasarkan pada beberapa konsep pokok yaitu :
- perkembangan historis berlangsung melalui sintesis ketegangan atau
kontradiksi yang inheren (Dialektika).
- Institusi sosial dan politik di bentuk dan di tentukan oleh ekonomi (Materialis
Historis)
- Gerakan dialektik sejarah terungkap dalam pertentangan atau konflik
antar kelompok-kelompok ekonomi (pertentangan kelas Marx) Marx menerima
dialektika Hegel yang sudah dimodifikasi serta ekonomi klasik dari madzhab
klasik ortodok. dua pola ini memperkaya materi pemikiran yang kemudian di
kembangkan Marx.
Universitas berlin
merupakan pusat Hegelianisme ketika Marx menjadi mahasiswa di Jena. Perlu kita
ketahui pengikut hegel terbagi menjadi dua kelompok, sayap kanan yang terutama
tertarik pada apologetika keagamaan dalam upaya mereka untuk menunjukan bahwa
filsafat Hegel dan agama kristes itu sejalan, dan sayap kiri yang melihat
perkembangan absolut sebagai proses materialistik dan bukannya suatu proses
logis. Salah satu pemimpin sayap kiri yaitu Ludwig Feurbach, yang selalu
berusaha membangun jembatan yang menghubungkan antara Hegel dan Marx.
Dalam karyanya Essence
of Cristianity (1841) an Essence of Religion (1845), yag mana ia menggambarkan
tuhan sebagai proyeksi keinginan dan kebutuhan manusia serta sebagai ilusi
optis tertinggi manusia. Ini merupakan Antropologi bukanlah teologi yang
merupakan ilmu tertinggi. Hegel mengatakan ide absolut tuhanlah yang berkembang
dalam sejarah dan mengungkapkan dirinya dalam alam, dan manusia ketika ide ini
berkembang dalam memrlukan ruang dan waktu. Dari sini Feurbach berpendapat
bahwa yang absolut yang di katakan Hegel bukanlah tuhan melainkan alam (nature) yang menyikapkan dirinya dalam
proses perkembangan dialektik yang abadi.
Marx mengambil thesis
Feurbach ini merasionalisikan kritiknya terhadap agama dan melakukan transisi
dari idealiasme Hegel menuju materialisme. Dengan menyatakan bahwa yang absolut
sebenarnya tidak lebih sekadar refleksi materi. Tujuannya yaitu untuk mengubah
dialektik ini dari hukum pemikiran semata sebagaimana teori Hegel menjadi hukum
sebab akibat sejarah, atau tujuannya untuk memberi penjelasan makna yang
kongkrit dan prediksi dalam tatanan sosial. Selanjutnya bisa ditunjukan bahwa
peristiwa-peristiwa sosial, sebagaimana fenomena biologis dan fisik berasal
dari dan ditentukan oleh materi.
Karya-karyanya
Mark telah menghasilkan karya-karya yang
meliputi tiga kategori yaitu Filsafat, Sejarah, dan Poltik serta bidang
ekonomi. Dalam karyanya Selain Marx
tampil di dunia akademis bukan saja sebagai pemikir akan tetapi juga sebagai filosofis. Ada
beberapa karya Marx yang berupa pamflet, manuskrip, kumpulan surat, dan
sejumlah esai yang baru ditemukan dan di terbitkan sesudah ia meninggal Dunia.
Karya-karyanya dalam bidang Filsafat
yaitu :
ü Uber die Differenz der democratischen undapikuraischen NaturePhiloshopie, adalah di sertasi Marx untuk mencapai gelar doktor dalam
ilmu filsafat di Universitas Jena. (15 April 1841), termuat dalam Historich
kritiche Gesamtausgabe: Werke Scriften,
Briefe (Frank furt 1844), Vol. I. P. 3-144.
ü Kritik des hegelchen Staatscrechts (1834), termuat dalam Die Fruschriften ((Stuttgart: Kroner),
p. 20-149 Publikasi Inggris, Cristisme Of
The Hegelian Philosopi of law (London).
ü Die Deutsche Ideologie (1846), yang di tulis bersama Engels. Terjemahan dengan kata
pengantar oleh R. Pascal, The German
Ideology (Newyork: 1939).
Dan Kurang lebih masih ada enam karya
lagi karya-karya Marx yang membahas tentang Filsafat. Dan adapun Karya-karyanya
di bidang sejarah dan Politik yaitu :
ü
Manifes der Komunistischen Partey (1848), di tulis bersama Engels berupa pamflet untuk di
jadikan pedoman “Liga Komunis” yang di dirkan di Brussel. Manifesto memuat
empat bagian pokok: bagian historis, bagian ramalan, bagian moral dan bagian
revolusioner. Di terjemahkan oleh Max Eastman, Manifesto Of The Comunist Party (New York: 1932).
ü
The Civil War in United State (1861-1866) di tulis bersama Engel (New York: 1961).
ü
The Civil War in France (1871), kata pengantar oleh R.W. Postgate (London: 1921),
termuat dalam selected Work. Vol. I (Moscow: 1958), pp. 473-545.
ü
Hert Vogt (1860) Polemik Marx dengan Karl Vogt (1817-1895) tentang
perang Italia tahun 1859 (London: 1860).
ü
Marx Kritik des Ghotaer Programme (1875) di publikasikan dengan catatan-catatan tambahan dari
Engel Critique of The Ghota Programme
(London: 1891), di muat dalam selected Work Vol.II (Moscow: 1962 pp. 13-48.
Dan kurang lebih Masih ada lima karya
lagi yang membahas tentang sejarah dan Politik. Adapun karya-karya di bidang
Ekonomi yaitu :
ü
Grudrisse der Kritik der
Politicchen Okkonomie
(1857-1865), beberapa bagia di terjemahkan dengan judul Pre Capitalist Ekonomic Formation (New Yok: 1965).
ü
Zur Kritik der Polischen Okonomis (1859), di terjemahkan oleh N.I. Stone A, Cotribution to The Criticue of Political Economy (Ney
York: 1904).
ü
Das Capitical, Kritik der Polistichen Okonomis (1850-1866), sebuah karya
monumental dan termasuk salah satu buku yang merubah dunia “Books that chaged the world”. Ketika di
tulis menghabiskan waktu selama tujuh belas tahun, di terbitkan selama tiga
Volume. Terjemahan awal (Moscow:1872, France 1875), kemudian S. Moore dan E.
Aveling, Capital (London: 1887). Vol. I.
DAFTAR PUSTAKA
- J Schandt, Henry. Filsafat
Politik kajian historis dari Zaman Yunani Kuno Sampai Zaman Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar..
- Losco, Joseph dan
Williams, Leonard. Political Theory
kajian Klasik dan Kontemporary. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003.
- Ramly, Andi
Muawiyyah. Peta Pemikiran Karl Marx
Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis. Yogyakarta: LKIS,
2000
- Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat Klasik Kajian
Sejarah Perkembangangan Pemikiran Negara, Mayarakat, dan Kekuasaan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007.
[1] Joseph Losco dan Leonard Williams, Political Theory kajian Klasik dan Kontemporary. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003, h. 546
[2]
Andi Muawiyyah Ramly. Peta Pemikiran
Karl Marx Materialisme Dialektis dan Materialisme Histori, h.38
[3]
Ibid., h. 41
[4]
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik
Barat Klasik Kajian Sejarah Perkembangangan Pemikiran Negara, Mayarakat, dan
Kekuasaan, h.287
[5] Ibid, h. 269
[6]
Dikutip dari Ahmad Suhelmi,
Pemikiran Politik Barat, oleh RalfDahrendorf, Class and Class Conflict in
Industrial Society, London: Routleadge and Kegal Paul, 1969, h.20
[7]
Henry J Schandt, Filsafat Politik kajian historis dari Zaman Yunani Kuno Sampai Zaman Modern Pustaka Pelajar
“Offset” Yogyakarta, h. 515
[8] Ibid, h. 514