Prinsip dari Negara Islam
Negara Islam adalah suatu Negara yang
mengembangkan Syari’at Islam. Negara Islam ialah
negara berlembagakan, dalam arti kata bahwa sesiapa yang bertanggung jawab
mengendalikannya akan terikat kepada undang-undang dan syarat-syarat yang
ditetapkan oleh Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Ayatullah Khomeini pula mentakrifkan
bahwa Negara Islam tidak ada sembarang persamaan dengan apa yang namanya sistem
kerajaan yang ada. Negara Islam bukanlah autokratik dan tidak menjadikan
ketuanya berkuasa penuh sehingga
membolehkannya membuat sesuka hati terhadap nyawa dan harta benda orang. Berbeda dengan Maududi ada mentakrifkan negara Islam ialah negara yang kuasa mutlaknya pada Allah S.W.T. yang menentukan syariatnya dan syariat itu dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w. Ia sebuah negara yang bercorak theo – democracy yang tergabung di dalamnya autoriti mutlak pada Allah dan penyerahan autoriti yang terbatas kepada manusiadalam perlaksanaan urusan negara yang diakui oleh syara’.
membolehkannya membuat sesuka hati terhadap nyawa dan harta benda orang. Berbeda dengan Maududi ada mentakrifkan negara Islam ialah negara yang kuasa mutlaknya pada Allah S.W.T. yang menentukan syariatnya dan syariat itu dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w. Ia sebuah negara yang bercorak theo – democracy yang tergabung di dalamnya autoriti mutlak pada Allah dan penyerahan autoriti yang terbatas kepada manusiadalam perlaksanaan urusan negara yang diakui oleh syara’.
Banyak yang ingin menerapkan model Negara madinah dengan piagam madinahnya
karena Negara madinah adalah salah satu negara Islam yang paling ideal pada
masa Rasulullah. Sedangkan archetype Negara Madinah terbaik di masa modern ini adalah
konsep siyasah diniyah, yang pernah didirikan dan diproklamasikan oleh Hassan
Turabi di Sudan, mendiang Moh Ali Jinnah di Pakistan dan mendiang S.M.
Kartosoewirjo di Indonesia. Mereka mencoba mengidealisasikan Negara Madinah,
bukan Negara Madani yang notabene adalah Negara Sekuler. Negara Madinah yang dibayangkan
Ibnu Khaldun itu, lebih menyukai bentuk nomokrasi Islam atau dalam istilahnya
siyasah diniyah sebagai "satu-satunya bentuk tata politik dan kultural
yang permanen". Dalam pandangan Muslim, demikian Olivier Roy, Negara
Madinah seperti itulah yang menjadi cita-cita ideal mayoritas umat Islam.
Mengenai seberapa jauh persamaan dan
perbedaan konsep Negara Islam dan bukan Negara Islam (Negara Modern ini). Abu
Hanifah membedakan antara Negara Islam dengan Negara bukan Islam, menurut Abu
Hanifah ada tiga syarat untuk membedakannya yaitu:
1.
Hukum bukan Islam dilaksanakan di negeri tersebut seperti amalan riba,
arak, judi dan babi.
2.
Negeri itu tidak ada perhubungan langsung dengan orang Islam. Malah disegi
geografinya terhalang dari pada negara Islam. Kalau kawasan bukan Islam itu ada
hubungan dan dikelilingi oleh kawasan Islam ia bukannya Dar-al-harb.
3.
Tidak ada di sana seorang Islam pun atau dhimmi yang boleh hidup
dalam keamanan sebagaimana keamanan.
Muslim awal dengan pengikut-pengikutnya.
Berdasarkan ini bagi Abu Hanifah berpendapat negara Islam ialah
negara yang melaksanakan hukum Islam atau orang Islam atau dhimmi berada
dibawah pemerintahan Islam atau pemerintah Islam. Abu Yusuf, Muhammad dan
setengah fuqaha’ lain berpendapat bahwa penentuan negara sama ada negara Islam
atau tidak ialah terletak kepada perlaksanaan hukum Islam, jika hukum Islam
dilaksanakan maka ia negara Islam dan jika tidak ia bukan negara Islam. Alasan
mereka ialah hakikat pembentukan negara ialah dari pada asas Islam dan kufur dinamakan
negara Islam jika hukum dan sistem Islam berkuat kuasa dan dinamakan negara
bukan Islam jika hukum dan sistem bukan Islam dilaksanakan.
Pemikiran Ibnu Khaldun (1332-1406) yang diakui otoritasnya, baik sebagai
pemikir tentang negara maupun sebagai ahli sejarah dan peletak dasar sosiologi.
Dalam bukunya Ibnu Khaldun menemukan suatu tipologi negara dengan tolok ukur
kekuasaan (al mulk). Ia membagi negara menjadi dua kelompok yaitu 1) negara
dengan ciri kekuasaan alamiah (mulk tabi'i) atau negara tradisional, dan 2)
negara dengan ciri kekuasaan politik (mulk siyasi) atau negara modern.
Tipe negara alamiah ditandai oleh kekuasaan yang sewenang-wenang dan
otoriter (despotisme) dan cenderung kepada "hukum rimba". Di sini
keunggulan dan kekuatan sangat berperan. Hukum hanya dipakai untuk menjerat
leher rakyat yang tertindas, sementara elit penguasa bebas melakukan dosa dan
maksiat sesukanya dan prinsip keadilan diabaikan. Baik keadilan ekonomi maupun
keadilan sosial-politik. Ia menyebut negara alamiah seperti ini sebagai negara
yang tidak berperadaban (uncivilized state). Sementara itu, tipologi negara
modern yang berdasarkan kekuasaan politik dibaginya menjadi tiga macam yaitu
(1) negara hukum atau nomokrasi Islam (siyasah diniyah), (2) negara hukum
sekuler (siyasah 'aqliyah), dan (3) negara "Republik" ala Plato
(siyasah madaniyah). Negara Madani yang
disebutkan terakhir adalah sebentuk negara sekuler yang dipertahankan oleh para politisi Islam
yang bekerja sama bahu-membahu dengan orang-orang sekuler dalam membentuk suatu
"negara sekuler" dalam bingkai nasionalisme. Dan itu sah saja.
Dinamika Islam dengan
Negara lainnya
Mengenai dinamika Islam demi menyelesaikan problem konflik antara Islam
dan kebangsaan menuju cita-cita Negara Islam. Ada baiknya kita mengusung partai
politik dengan cara melebur menjadi satu tak ada yang terpisah-pisah dan disitu
umat Islam bisa menyatukan suaranya demi terbentuknya Negara Islam. Akan tetapi
semua ini susah untuk di realisasikan. Kenapa, karena di satu sisi banyak orang
yang mengandalkan kepentingan sepihak atau bersifat oportunistis dan di sisi
lain ada orang yang sengaja selalu mengambil jalan yang berbeda dengan orang
lain atau egois mana yang dia anggap benar dia kerjakan tanpa mempertimbangkan
pendapat dan saran orang lain.
Bisa kita ambil contoh
dalam konteks Indonesia, dari kaum nasionalis ingin mempertahankan Pancasila
menjadi ideology Negara dan dari sekelompok Islam sendiri tidak setuju akan
Pancasila menjadi Ideologi Negara. Permasalahan ini tidak kunjung usai sampai
sekarang yang mana pancasila sebenarnya tidak mempunyai kejelasan posisi.
Karena di sisi lain dari Nasionalisme dengan dalih ingin memperjuangkan
Indonesia secara utuh tak ada yang terpisah-pisah khususnya dari no islamnya.
Dan dari satu sisi dari kelompoknya M. Natsir ingin bersikokoh mempertahan
ideology Islamnya.
Menurut saya yang
paling cocok demi menuju cita-cita Negara Islam yaitu menciptakan gerakan
Jihad. Di sini kita dapat menyatukan suara tak ada yang terkontaminasi antara
satu dengan yang lainnya. Seperti halnya kita bisa ambil contoh Palestina yang
mempertahankan gerakan jihadnya demi mengusung suara Islam yang nyata. Karena
tanpa ada gerakan jihad semua manusia tidak dapat membela satu persatu dengan
hak suaranya.
Dan perlu diketahui ada
beberapa prinsip-prinsip dalam Negara Islam yaitu :
1.
Prinsip
Syuro
Prinsip Syuro disini berdasarkan dengan
ayat al-Qur’an yaitu “Bermusyawarahlah dengan mereka dalam suatu urusan” dan
firmanNya yang bermaksud memerintahkan kaum muslimin untuk selalu
bermusyawarah ketika melakukan tindakan atau menyelesaikan semua perkara.
2.
Prinsip Keadilan
Keadilan
yang dimaksudkan di sini,ialah keadilan mutlak yang digariskan oleh Islam yang
mengatasi segala kepentingan peribadi,keluarga,kelompok dan
sebagainya,sekalipun terhadap musuh dan terhadap golongan non-muslim
3.
Kebebasan
Prinsip
kebebasan juga menjadi asas amalan dalam pemerintahan Islam. Kebebasan itu
diberikan kepada rakyat yang tunduk dibawah pemerintahan Islam sama ada dari
golongan Muslim atau Non-Muslim. Islam
memberi kebebasan beragama, kebebasan dalam memiliki harta, kebebasan bergerak
dan berpindah.
4. Persamaan
Prinsip persamaan satu dengan lainnya
tidak ada perbedaan apapun sebagai rakyat terhadap hak, kebebasan dan tanggung Jawaban
di hadapan undang-undang. Tidak ada pilih kasih satu dengan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar