Pemilu RW

Pemilu RW

Jumat, 18 Mei 2012

Negara Islam


Prinsip dari Negara Islam
Negara Islam adalah suatu Negara yang mengembangkan Syari’at Islam. Negara Islam ialah negara berlembagakan, dalam arti kata bahwa sesiapa yang bertanggung jawab mengendalikannya akan terikat kepada undang-undang dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Ayatullah Khomeini pula mentakrifkan bahwa Negara Islam tidak ada sembarang persamaan dengan apa yang namanya sistem kerajaan yang ada. Negara Islam bukanlah autokratik dan tidak menjadikan ketuanya berkuasa penuh sehingga
membolehkannya membuat sesuka hati terhadap nyawa dan harta benda orang. Berbeda dengan Maududi ada mentakrifkan  negara Islam  ialah negara yang kuasa mutlaknya pada Allah S.W.T. yang menentukan syariatnya dan syariat itu dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w. Ia sebuah negara yang bercorak theo – democracy yang tergabung di dalamnya autoriti mutlak pada Allah dan penyerahan autoriti yang terbatas kepada manusiadalam perlaksanaan urusan negara yang diakui oleh syara’.
Banyak yang ingin menerapkan model Negara madinah dengan piagam madinahnya karena Negara madinah adalah salah satu negara Islam yang paling ideal pada masa Rasulullah. Sedangkan archetype Negara Madinah terbaik di masa modern ini adalah konsep siyasah diniyah, yang pernah didirikan dan diproklamasikan oleh Hassan Turabi di Sudan, mendiang Moh Ali Jinnah di Pakistan dan mendiang S.M. Kartosoewirjo di Indonesia. Mereka mencoba mengidealisasikan Negara Madinah, bukan Negara Madani yang notabene adalah Negara Sekuler. Negara Madinah yang dibayangkan Ibnu Khaldun itu, lebih menyukai bentuk nomokrasi Islam atau dalam istilahnya siyasah diniyah sebagai "satu-satunya bentuk tata politik dan kultural yang permanen". Dalam pandangan Muslim, demikian Olivier Roy, Negara Madinah seperti itulah yang menjadi cita-cita ideal mayoritas umat Islam.
Mengenai seberapa jauh persamaan dan perbedaan konsep Negara Islam dan bukan Negara Islam (Negara Modern ini). Abu Hanifah membedakan antara Negara Islam dengan Negara bukan Islam, menurut Abu Hanifah ada tiga syarat untuk membedakannya yaitu:
1.         Hukum bukan Islam dilaksanakan di negeri tersebut seperti amalan riba, arak, judi dan babi.
2.         Negeri itu tidak ada perhubungan langsung dengan orang Islam. Malah disegi geografinya terhalang dari pada negara Islam. Kalau kawasan bukan Islam itu ada hubungan dan dikelilingi oleh kawasan Islam ia bukannya Dar-al-harb.
3.         Tidak ada di sana seorang Islam pun atau dhimmi yang boleh hidup dalam  keamanan sebagaimana keamanan. Muslim awal dengan pengikut-pengikutnya.
Berdasarkan ini bagi Abu Hanifah berpendapat negara Islam  ialah  negara yang melaksanakan hukum Islam atau orang Islam atau dhimmi berada dibawah pemerintahan Islam atau pemerintah Islam. Abu Yusuf, Muhammad dan setengah fuqaha’ lain berpendapat bahwa penentuan negara sama ada negara Islam atau tidak ialah terletak kepada perlaksanaan hukum Islam, jika hukum Islam dilaksanakan maka ia negara Islam dan jika tidak ia bukan negara Islam. Alasan mereka ialah hakikat pembentukan negara ialah dari pada asas Islam dan kufur dinamakan negara Islam jika hukum dan sistem Islam berkuat kuasa dan dinamakan negara bukan Islam jika hukum dan sistem bukan Islam dilaksanakan.
Pemikiran Ibnu Khaldun (1332-1406) yang diakui otoritasnya, baik sebagai pemikir tentang negara maupun sebagai ahli sejarah dan peletak dasar sosiologi. Dalam bukunya Ibnu Khaldun menemukan suatu tipologi negara dengan tolok ukur kekuasaan (al mulk). Ia membagi negara menjadi dua kelompok yaitu 1) negara dengan ciri kekuasaan alamiah (mulk tabi'i) atau negara tradisional, dan 2) negara dengan ciri kekuasaan politik (mulk siyasi) atau negara modern.
Tipe negara alamiah ditandai oleh kekuasaan yang sewenang-wenang dan otoriter (despotisme) dan cenderung kepada "hukum rimba". Di sini keunggulan dan kekuatan sangat berperan. Hukum hanya dipakai untuk menjerat leher rakyat yang tertindas, sementara elit penguasa bebas melakukan dosa dan maksiat sesukanya dan prinsip keadilan diabaikan. Baik keadilan ekonomi maupun keadilan sosial-politik. Ia menyebut negara alamiah seperti ini sebagai negara yang tidak berperadaban (uncivilized state). Sementara itu, tipologi negara modern yang berdasarkan kekuasaan politik dibaginya menjadi tiga macam yaitu (1) negara hukum atau nomokrasi Islam (siyasah diniyah), (2) negara hukum sekuler (siyasah 'aqliyah), dan (3) negara "Republik" ala Plato (siyasah  madaniyah). Negara Madani yang disebutkan terakhir adalah sebentuk negara sekuler  yang dipertahankan oleh para politisi Islam yang bekerja sama bahu-membahu dengan orang-orang sekuler dalam membentuk suatu "negara sekuler" dalam bingkai nasionalisme. Dan itu sah saja.


Dinamika Islam dengan Negara lainnya
Mengenai dinamika Islam demi menyelesaikan problem konflik antara Islam dan kebangsaan menuju cita-cita Negara Islam. Ada baiknya kita mengusung partai politik dengan cara melebur menjadi satu tak ada yang terpisah-pisah dan disitu umat Islam bisa menyatukan suaranya demi terbentuknya Negara Islam. Akan tetapi semua ini susah untuk di realisasikan. Kenapa, karena di satu sisi banyak orang yang mengandalkan kepentingan sepihak atau bersifat oportunistis dan di sisi lain ada orang yang sengaja selalu mengambil jalan yang berbeda dengan orang lain atau egois mana yang dia anggap benar dia kerjakan tanpa mempertimbangkan pendapat dan saran orang lain.
Bisa kita ambil contoh dalam konteks Indonesia, dari kaum nasionalis ingin mempertahankan Pancasila menjadi ideology Negara dan dari sekelompok Islam sendiri tidak setuju akan Pancasila menjadi Ideologi Negara. Permasalahan ini tidak kunjung usai sampai sekarang yang mana pancasila sebenarnya tidak mempunyai kejelasan posisi. Karena di sisi lain dari Nasionalisme dengan dalih ingin memperjuangkan Indonesia secara utuh tak ada yang terpisah-pisah khususnya dari no islamnya. Dan dari satu sisi dari kelompoknya M. Natsir ingin bersikokoh mempertahan ideology Islamnya.
Menurut saya yang paling cocok demi menuju cita-cita Negara Islam yaitu menciptakan gerakan Jihad. Di sini kita dapat menyatukan suara tak ada yang terkontaminasi antara satu dengan yang lainnya. Seperti halnya kita bisa ambil contoh Palestina yang mempertahankan gerakan jihadnya demi mengusung suara Islam yang nyata. Karena tanpa ada gerakan jihad semua manusia tidak dapat membela satu persatu dengan hak suaranya.
Dan perlu diketahui ada beberapa prinsip-prinsip dalam Negara Islam yaitu :

1.   Prinsip Syuro
Prinsip Syuro disini berdasarkan dengan ayat al-Qur’an yaitu “Bermusyawarahlah dengan mereka dalam suatu urusan” dan firmanNya yang bermaksud memerintahkan kaum muslimin untuk selalu bermusyawarah ketika melakukan tindakan atau menyelesaikan semua perkara.
2.   Prinsip Keadilan
Keadilan yang dimaksudkan di sini,ialah keadilan mutlak yang digariskan oleh Islam yang mengatasi segala kepentingan peribadi,keluarga,kelompok dan sebagainya,sekalipun terhadap musuh dan terhadap golongan non-muslim

3.   Kebebasan
Prinsip kebebasan juga menjadi asas amalan dalam pemerintahan Islam. Kebebasan itu diberikan kepada rakyat yang tunduk dibawah pemerintahan Islam sama ada dari golongan Muslim atau Non-Muslim. Islam memberi kebebasan beragama, kebebasan dalam memiliki harta, kebebasan bergerak dan berpindah.
4.  Persamaan

Prinsip persamaan satu dengan lainnya tidak ada perbedaan apapun sebagai rakyat terhadap hak, kebebasan dan tanggung Jawaban di hadapan undang-undang. Tidak ada pilih kasih satu dengan lainnya.






Tidak ada komentar: