Kredit Konstruksi
Memperoleh
tempat tinggal yang layak merupakan hak setiap orang. Berdasarkan survey harga
properti residensial yang dilakukan oleh Bank Indonesia, pada triwulan kedua
tahun ini, permintaan properti residensial cenderung meningkat terutama untuk
tipe tumah kecil dan menengah. Peningkatan permintaan cenderung meningkat
karena didukung oleh masih kuatnya permintaan masyarakat dan kondisi
perekonomian yang membaik. Di lain sisi, kondisi penawaran properti cenderung
tetap. Sebagian responden survey berpendapat bahwa faktor utama yang dapat
menghambat pertumbuhan bisnis properti adalah kenaikan harga bahan bangunan
(20,94%), tingginya suku bunga KPR (18,15%), sulitnya perijinan/birokrasi
(17,25%), dan tingginya pajak (17,15&). Dari kedua sisi tersebut dapat
dilihat bahwa pelaku pembangunan perumahan khususnya tipe kecil dan menengah
masih memiliki peluang yang besar untuk memasarkan produknya di pasar perumahan
karena sisi permintaan meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan sisi penawaran.
Pada
survey yang sama mengungkapkan bahwa dana internal tetap menjadi sumber utama
pembiayaan pengembang. Penggunaan sumber dana sendiri mencapai 55,4%, disusul
pinjaman bank 29,91%, penjualan kepada konsumen (pre-sale) sebesar 11,82%,
pinjaman lembaga keuangan non bank 1,98% dan lain-lain 1,89%. Hal ini
disebabkan karena pengembang berusaha untuk menghindari pinjaman bank bila kas
internal memadai. Di sisi lain, perbankan sangat agresif menyalurkan kredit
modal kerja, termasuk diantaranya adalah kredit konstruksi. Apabila kredit
konstruksi tersebut dapat dimanfaatkan oleh pengembang untuk lebih meningkatkan
pembangunan perumahannya, maka pasokan perumahan akan meningkat dan dapat
memenuhi tingginya sisi permintaan. Melihat adanya peluang tersebut, pemerintah,
dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat, mengkaji kemungkinan intervensi
dari sisi pasokan perumahan terutama dalam mempromosikan pembangunan perumahan
sederhana bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Pada
tanggal 6 Juli 2011, Menteri Negara Perumahan Rakyat telah menerbitkan
peraturan mengenai kredit konstruksi dengan dukungan Fasilitas Likuiditas
Pembiayaan Perumahan dalam rangka mendorong pertumbuhan penyediaan pasokan
perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kredit konstruksi
tersebut diperuntukkan bagi pembangunan Rumah Sejahtera Tapak melalui Peraturan
Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 08 Tahun 2011 dan Nomor 09 Tahun 2011 dan
pembangunan Rumah Sejahtera Murah Tapak melalui Peraturan Menteri Negara
Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2011 dan Nomor 11 Tahun 2011. Kredit konstruksi
tersebut dilaksanakanmenggunakan pola joint financing antara pemerintah dan
Bank Pelaksana dan diterbitkan kepada badan hukum yang menyelenggarakan
pembangunan perumahan bagi MBR dengan suku bunga lebih rendah dari bunga kredit
konstruksi di pasar.
Kredit
Konstruksi Rumah Sejahtera Tapak (KK Rumah Sejahtera Tapak) diperuntukkan untuk
membiayai konstruksi Rumah Sejahtera Tapak dengan ketentuan kredit
konstruksi80% dari RAB konstruksi rumah atau maksimal 35 juta rupiah per unit
rumah, suku bunga 8,75% per tahun dan tenor maksimal 9 (sembilan) bulan. Pokok
KK Rumah Sejahtera Tapak tersebut dikembalikan pada saat terjadi penjualan unit
rumah yaitu saat akad kredit KPR Sejahtera Tapak antara MBR pembeli dan Bank
Pelaksana atau paling lama saat kredit konstruksi jatuh tempo.
Kredit
Konstruksi Rumah Sejahtera Murah Tapak (KK Rumah Sejahtera Murah Tapak)
diperuntukkan untuk membiayai konstruksi Rumah Sejahtera Murah Tapak, yaitu
rumah dengan harga jual maksimal 25 juta rupiah (rumah murah) dengan ketentuan
kredit konstruksi 80% dari RAB konstruksi rumah atau maksimal 20 juta rupiah
per unit rumah, suku bunga 7,50% per tahun dan tenor maksimal 9 (sembilan)
bulan. Pokok KK Rumah Sejahtera Murah Tapak tersebut dikembalikan pada saat
terjadi penjualan unit rumah yaitu saat akad kredit KPR Sejahtera Murah Tapak
antara MBR pembeli dan Bank Pelaksana atau paling lama saat kredit konstruksi
jatuh tempo.
Kedua
skema pembiayaan perumahan diatas diharapkan dapat menjadi instrumen dukungan
pemerintah dari sisi pasokan perumahan untuk meningkatkan ketersediaan pasokan
perumahan dan meningkatkan akses MBR terhadap pembiayaan perumahan dengan tetap
menjaga sustainability dan availability sumber pembiayaan perumahan serta
efektivitas penggunaan dana APBN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar