Pemilu RW

Pemilu RW

Kamis, 27 Maret 2014

KREDIT PERUMAHAN RAKYAT



Kredit Konstruksi
Memperoleh tempat tinggal yang layak merupakan hak setiap orang. Berdasarkan survey harga properti residensial yang dilakukan oleh Bank Indonesia, pada triwulan kedua tahun ini, permintaan properti residensial cenderung meningkat terutama untuk tipe tumah kecil dan menengah. Peningkatan permintaan cenderung meningkat karena didukung oleh masih kuatnya permintaan masyarakat dan kondisi perekonomian yang membaik. Di lain sisi, kondisi penawaran properti cenderung tetap. Sebagian responden survey berpendapat bahwa faktor utama yang dapat menghambat pertumbuhan bisnis properti adalah kenaikan harga bahan bangunan (20,94%), tingginya suku bunga KPR (18,15%), sulitnya perijinan/birokrasi (17,25%), dan tingginya pajak (17,15&). Dari kedua sisi tersebut dapat dilihat bahwa pelaku pembangunan perumahan khususnya tipe kecil dan menengah masih memiliki peluang yang besar untuk memasarkan produknya di pasar perumahan karena sisi permintaan meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan sisi penawaran.

Pada survey yang sama mengungkapkan bahwa dana internal tetap menjadi sumber utama pembiayaan pengembang. Penggunaan sumber dana sendiri mencapai 55,4%, disusul pinjaman bank 29,91%, penjualan kepada konsumen (pre-sale) sebesar 11,82%, pinjaman lembaga keuangan non bank 1,98% dan lain-lain 1,89%. Hal ini disebabkan karena pengembang berusaha untuk menghindari pinjaman bank bila kas internal memadai. Di sisi lain, perbankan sangat agresif menyalurkan kredit modal kerja, termasuk diantaranya adalah kredit konstruksi. Apabila kredit konstruksi tersebut dapat dimanfaatkan oleh pengembang untuk lebih meningkatkan pembangunan perumahannya, maka pasokan perumahan akan meningkat dan dapat memenuhi tingginya sisi permintaan. Melihat adanya peluang tersebut, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat, mengkaji kemungkinan intervensi dari sisi pasokan perumahan terutama dalam mempromosikan pembangunan perumahan sederhana bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Pada tanggal 6 Juli 2011, Menteri Negara Perumahan Rakyat telah menerbitkan peraturan mengenai kredit konstruksi dengan dukungan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan dalam rangka mendorong pertumbuhan penyediaan pasokan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kredit konstruksi tersebut diperuntukkan bagi pembangunan Rumah Sejahtera Tapak melalui Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 08 Tahun 2011 dan Nomor 09 Tahun 2011 dan pembangunan Rumah Sejahtera Murah Tapak melalui Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2011 dan Nomor 11 Tahun 2011. Kredit konstruksi tersebut dilaksanakanmenggunakan pola joint financing antara pemerintah dan Bank Pelaksana dan diterbitkan kepada badan hukum yang menyelenggarakan pembangunan perumahan bagi MBR dengan suku bunga lebih rendah dari bunga kredit konstruksi di pasar.

Kredit Konstruksi Rumah Sejahtera Tapak (KK Rumah Sejahtera Tapak) diperuntukkan untuk membiayai konstruksi Rumah Sejahtera Tapak dengan ketentuan kredit konstruksi80% dari RAB konstruksi rumah atau maksimal 35 juta rupiah per unit rumah, suku bunga 8,75% per tahun dan tenor maksimal 9 (sembilan) bulan. Pokok KK Rumah Sejahtera Tapak tersebut dikembalikan pada saat terjadi penjualan unit rumah yaitu saat akad kredit KPR Sejahtera Tapak antara MBR pembeli dan Bank Pelaksana atau paling lama saat kredit konstruksi jatuh tempo.

Kredit Konstruksi Rumah Sejahtera Murah Tapak (KK Rumah Sejahtera Murah Tapak) diperuntukkan untuk membiayai konstruksi Rumah Sejahtera Murah Tapak, yaitu rumah dengan harga jual maksimal 25 juta rupiah (rumah murah) dengan ketentuan kredit konstruksi 80% dari RAB konstruksi rumah atau maksimal 20 juta rupiah per unit rumah, suku bunga 7,50% per tahun dan tenor maksimal 9 (sembilan) bulan. Pokok KK Rumah Sejahtera Murah Tapak tersebut dikembalikan pada saat terjadi penjualan unit rumah yaitu saat akad kredit KPR Sejahtera Murah Tapak antara MBR pembeli dan Bank Pelaksana atau paling lama saat kredit konstruksi jatuh tempo.

Kedua skema pembiayaan perumahan diatas diharapkan dapat menjadi instrumen dukungan pemerintah dari sisi pasokan perumahan untuk meningkatkan ketersediaan pasokan perumahan dan meningkatkan akses MBR terhadap pembiayaan perumahan dengan tetap menjaga sustainability dan availability sumber pembiayaan perumahan serta efektivitas penggunaan dana APBN.

Tidak ada komentar: